Ibaratnya, sudah ketuk palu, semua sudah terjadi. Mau apalagi untuk “berteriak” agar tidak ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Pertalite, Pertamax dan Solar?
Civitas akademika boleh saja menolak dan merespon rencana kenaikan harga BBM di Jakarta, Kamis, 1 September 2022.
“Jangan sampai pemulihan ekonomi yang sudah mulai berjalan, terhambat akibat kebijakan Pemerintah yang kurang tepat,” kata mereka.
Alasannya Rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar, kata mereka, sebaiknya ditunda sampai dengan batas waktu yang tepat mendapat respon dari kalangan kampus.
Silahkan saja mahasiswa menggelar aksi demo, tidak setuju harga BBM dinaikkan. Berteriak dari Sabang sampai Merauke. Dari Padang hingga Ujungpandang (sekarang Makassar).
Atau kalangan pengusaha penyedia jasa boga di daerah, yang juga “teriak” dan menjerit sebagai imbas kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Sabtu 3 September 2022 lalu.
“Kenaikan BBM ini, sudah dipastikan akan berdampak pada semua sektor,” kata pengurus Perkumpulan Pengusaha Jasaboga Indonesia (PPJI) Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Munatsir, ST.
Munatsir menilai, pemerintah sangat tidak peka terhadap kondisi masyarakat saat ini, yang belum pulih secara ekonomi pasca pandemi.
Tapi begitulah yang terjadi. Bagaimana situasi di tempat kita setelah harga BBM subsidi resmi dinaikkan. Sudah bisa diramalkan, akan terjadi “panic buying” di beberapa SPBU.
Meski Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati seperti dikutip dari KOMPAS.COM, memastikan ketersediaan stok BBM Subsidi di SPBU dalam kondisi aman. Tapi beberapa daerah malah stok BBM subsidi kian menipis.
Setelah diumumkan kenaikan harga BBM, berbagai reaksi dan tanggapan masyarakat pun muncul. Salah satunya dari Medan, Sumatera Utara.
Sehari pasca kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite, Biosolar serta kenaikan harga BBM jenis Pertamax, SPBU di samping Pertamina Patra Niaga terpantau lancar-lancar saja.
“Hingga Minggu malam 4 September 2022, tetap ramai namun yang terjadi dapat dikatakan ramai lancar,” kata Agustian, petugas SPBU.
Diakui, sehari sebelumnya di SPBU ini terjadi kenaikan harga tepat pada pukul 12.30 Waktu Indonesia Barat. Terjadi antrian yang cukup panjang.
Bahkan dikabarkan beberapa SPBU di Kota Medan sempat menutup sementara dalam rangka untuk menyetel harga yang sudah disesuaikan oleh pemerintah.
*****
Seperti diketahui bersama, Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax, Pertalite dan Solar di Istana Jakarta, Sabtu 3 September 2022.
Presiden Joko Widodo menggumumkan kenaikan harga BBM di istana, didampingi oleh Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri Sosial. Kehebohan pun menyelimuti rakyat Indonesia.
Jokowi menyatakan, dirinya sebenarnya ingin harga di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi. “Namun menurut presiden sebagian besar subsidi BBM sudah dinikmati oleh masyarakat mampu,” demikian pernyataan dari Presiden Jokowi.
Salah satu warga DKI Jakarta, Togan, sampai menulis perasaan kagetnya di media sosial.
“Rame2 para pembantu presiden mengumumkan harga BBM NAIK sejak pukul 14.00,” katanya.
Dikutip dari media sosial @Togan, Minggu 4 September 2022, pria ini juga mempertanyakan, “ada yang menangis gak ya petinggi atau penguasa negeri ini dengan naiknya harga BBM?”.
Rekan Togan, netizen lain dengan akun @nrvlogger, menimpali: “Yang pernah menangis gara2 BBM dinaikkan era SBY itu ya ada ibu kita juga, emak-emak dan seluruh kader satu partai melakukan koor suara menangis karena harga BBM naik”.
Togan menimpali dengan enteng. “Berarti hari ini mereka tertawa tawa doongg ha ha ha…Kasihan teman2 saya yg driver ojol itu. Udah orderan turun, pendapatan turun, eeee yg naik malah BBM- nya. Mau protes yaaaudah nggak bisa”.
“Berarti rakyat gak kena Prank dong, tapi dibohongi. Jam 14.00 hari ini rakyat Terjejut, SPBU-nya juga terjejut,” timpal Togan.
Setelah diumumkan kenaikan harga BBM, berbagai reaksi dan tanggapan masyarakat pun muncul. Salah satunya dari Medan, Sumatera Utara.
Sehari pasca kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite, Biosolar serta kenaikan harga BBM jenis Pertamax, SPBU di samping Pertamina Patra Niaga terpantau lancar-lancar saja.
“Hingga Minggu malam 4 September 2022, tetap ramai namun yang terjadi dapat dikatakan ramai lancar,” kata Agustian, petugas SPBU.
Presiden Joko Widodo menggumumkan kenaikan harga BBM di istana, didampingi oleh Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri Sosial. Kehebohan pun menyelimuti rakyat Indonesia.
Jokowi menyatakan, dirinya sebenarnya ingin harga di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi. “Namun menurut presiden sebagian besar subsidi BBM sudah dinikmati oleh masyarakat mampu,” demikian pernyataan dari Presiden Jokowi.
Diketahui untuk beli BBM, harga Pertalite Rp10.000,- Biosolar Rp6.800,- Sedangkan untuk Pertamax dijual dengan harga Rp14.850,-
Sementara itu, pengemudi angkutan umum mengisi BBM kendaraannya, juga ojek online di menyatakan keberatannya dengan kenaikan harga baru BBM ini.
“Sewaktu harga Pertalite lama, saya cukup beli bensin Rp20.000 dalam sehari. Namun dengan adanya kenaikan harga menjadi Rp10.000, dalam satu hari saya harus beli bensin Rp40.000,-” kata Lamhot.
Apa yang bisa dipetik dari kasus kenaikan BBM ini?
1. Menaikkan harga BBM bersubsidi, mengorbankan kondisi ekonomi rakyat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
2. Kenaikan BBM ini, sudah dipastikan akan berdampak pada semua sektor yang akan diikuti dengan kenaikan harga Sembako, sehingga sangat dilematis dengan kondisi tersebut.
3. Pemerintah dianggap tidak peka terhadap kondisi masyarakat saat ini, yang belum pulih secara ekonomi pasca pandemi. Belum pulih pasca pandemi, tiba-tiba diteror lagi dengan kenaikan BBM.
4. Kenaikan harga BBM bersubsidi bisa dipastikan angka inflasi akan ikut bergerak naik. Dampaknya tentu akan sangat memberatkan bagi kehidupan masyarakat kebanyakan.
5. Kenaikan harga BBM bersubsidi, akan memukul kembali daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga berdampak terhadap pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, bahkan pertumbuhan ekonomi dikhawatirkan akan kembali melambat.
6. Sebelumnya sudah ada kenaikan harga minyak goreng, dengan menyusul BBM dikhawatirkan angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin meningkat. Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan pengendalian BBM bersubsidi.
7. Kebijakan penebalan bansos yang akan dikeluarkan Pemerintah, sebagai bentuk bantalan bagi masyarakat untuk menghadapi tekanan kenaikan harga dalam menjaga daya beli dan konsumsi, tidak akan banyak membantu.
Kenapa? Ya karena tekanan inflasi yang terlalu tinggi, tidak sebanding dengan bansos yang diterima masyarakat. Juga misalnya Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan menyalurkan Subsidi BBM bagi 16 juta pekerja dengan pendapatan di bawah standar.
Data Bank Indonesia menyebutkan, inflasi harga bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices) pada Juli 2022 masing-masing sebesar 11,47 persen dan 6,51 persen secara tahunan (yoy).
Kesimpulan sementara, langkah menaikan BBM untuk saat ini adalah keputusan yang kurang tepat.
Selain itu, pembatasan dengan menggunakan aplikasi MyPertamina, dirasakan masih kurang maksimal untuk pembelian pertalite sehingga masih tidak tepat sasaran. Bahkan di Tangerang, aplikasi ini baru bisa dipakai 7 hari ke depan. ***
Salam.
* Tulisan terkait : Tega Nian, Listrik Orang Miskin Dihapus