Sosok

Kasmini, Potret Pahlawan Keluarga

Written by nurterbit

Dengan menunggang sepeda bututnya, Kasmini mendatangi rumah para majikannya sebagai buruh cuci. Dalam sehari ia bekerja di 3 rumah majikannya. Begitu setiap hari, dari pagi hingga siang hari. Dari satu pintu ke pintu rumah yang lain. Salah satunya adalah rumah kami.

Tugas Kasmini memang setumpuk, dari mulai bersih-bersih rumah, menyiram kembang, mencuci, mengepel, hingga menyetrika pakaian. Untuk pekerjaannya ini, Kasmini menerima upah antara Rp 350.000 sampai Rp 800.000/bulan/majikan. Total sebulan sekitar Rp 1,5 juta.

*****

Kasmini lahir di Cilacap, Jawa Tengah, 30 Oktober 1970. Bulan November tahun 1990, Kasmini dipersunting oleh Supariyanto, pria kelahiran Grobogan, Semarang, Jawa Tengah.

Dari buah perkawinannya, melahirkan tiga anak semuanya laki-laki : Dwi Purnomo, sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan, Tri Arfianto (baru saja lulus SMK tahun 2016), dan Fery Setiawan (baru saja lulus SD tahun 2016 dan masuk SMP).

Dengan kemiskinan yang melilit kehidupan ekonomi keluarganya, wanita pendiam ini hanya bisa menamatkan pendidikan sampai bangku SD. Itu pun bisa mengantongi ijazah SD, karena diperolehnya dengan susah payah di kampung kelahirannya di Cilacap.

*****

Kasmini (foto Nur Terbit)

Kasmini (foto Nur Terbit)

Sejak tahun 1996, ditemani suaminya ia hijrah ke Kota Bekasi, Jawa Barat mengadu nasib. Ikut dan menumpang di rumah kakak perempuannya, Mbak Inem, yang berprofesi sebagai tukang urut keliling dengan usaha sambilan belanja online dan berbagai pulsa lewat Kudo alias Kios Untuk Dagang Online.

Belakangan setelah sudah bisa berdiri sendiri, Kasmini mengontrak 1 petak kamar rumah kontrakan yang dibayar Rp 500.000 setiap bulan.

Pernah juga Kasmini punya “rumah sendiri”. Bangun sendiri dengan biaya sekitar Rp 13 juta dari hasil jerih payah sebagai buruh cuci. Kasmini waktu itu memanfaatkan tanah kosong di pojok lahan perumahan.

“Tapi sekarang rumah tersebut sudah dibongkar. Pemiliknya tanahnya mengambil tanahnya kembali. Katanya sih mau dipakai sendiri. Terpaksa deh balik lagi ngontrak di rumah petak,” kata Kasmini.

Tak ingin hanya sebagai “benalu” bagi keluarganya di komplek Perumahan Wisma Jaya, Duren Jaya, Bekasi Timur, maka Kasmini dan suami pun berusaha bekerja, meski harus serabutan akibat pendidikan yang terbatas. Suami bekerja sebagai tukang batu di Jakarta, dan Kasmini tetap di Bekasi sebagai buruh cuci.

*****

Untuk sementara, kelangsungan hidup keluarga pasangan Kasmini – Supariyanto ini berjalan lancar. Namun berapa tahun kemudian, badai itu tiba-tiba datang menerpa. Kasmini ditinggal pergi oleh suaminya.

Bagi Kasmini, kepergian suaminya bagai lirik lagu dangdut, “Bang Thoyib”. Tiga lebaran gak pulang-pulang. Pergi tanpa kabar berita. Bukan dicerai hidup apalagi ditinggal mati, tapi lebih dari itu: suaminya telah berpaling ke lain hati. Dia beristri lagi.

“Sekali-kalinya pulang, dia ngajak hidup bersama lagi. Saya gak mau selama dia belum ceraikan istri mudanya,” kata Kasmini dengan nada lirih. Sesekali ia menarik napas panjang.

“Karena dia ternyata masih tetap cinta sama istri mudanya, ya saya ogah menerima dia kembali. Biarlah saya hidup seperti sekarang ini bersama anak-anak saya,” kata Kasmini lagi.

Status Kasmini pun tidak jelas. Dicerai gak, dinafkahi lahir bathin pun gak. Ibarat mobil, Kasmini “dobel gardan”. Selain berstatus sebagai ibu rumah tangga, juga sekaligus kepala keluarga. Istilah kerennya “single parent”.

Mau tak mau, Kasmini pun harus hidup dengan status (tanda kutip) “menjanda” di perantauan. Jauh dari adik-adik dan orangtuanya di kampung. Untuk menghidupi dirinya dan tiga anaknya itulah, Kasmini pun harus banting-tulang sebagai buruh cuci.

Kudo-Logo

*****

Untungnya, Kasmini sudah masuk daftar penerima bantuan dari program pemerintah sehingga ekonomi keluarganya sedikit tertolong. Seperti biaya sekolah untuk anaknya. Juga bantuan sebagai keluarga kurang mampu melalui kantor pos, yang dulu bernama BLT, bantuan langsung tunai.

Untuk masalah bantuan ini, Karmini merasa tertolong. Karenanya, ia berterima kasih kepada pemerintah. Kasmini kini terus bekerja, sebagai ibu rumah tangga sekaligus tentu saja sebagai kepala rumah tangga. Entah sampai kapan.

Kasmini adalah salah satu potret “pahlawan keluarga”. Dia tidak sendiri, masih ribuan lagi Kasmini-Kasmini lain yang tersebar di negeri ini. Berjuang dan berusaha bertahan hidup di kota besar sebagai “pahlawan keluarga”.

Bekasi, Sabtu 24 Juli 2016
@ Nur Terbit

4 Comments

Tinggalkan Balasan ke nurterbit X