Istilah KECAP DAPUR, saya dapatkan setelah membaca dan berlangganan “Majalah Tempo” sebagai salah satu rubrik yang tidak pernah saya lewatkan.
Kenapa? karena di rubrik ini saya bisa mengetahui rahasia dapur majalah berita ini. Bagaimana redaksi dan tim reporternya menyiapkan “menu masakan” di dapur untuk dihidangkan ke pembaca.
Tentu juga bagaimana kendala yang mereka hadapi saat mengejar narasumber untuk diwawancarai, atau sekedar konfirmasi ke narasumber mengecek kebenaran dari bahan atau informasi, data, keterangan sumber lain yang sudah ada agar beritanya berimbang.
Itu versi Tempo. Tapi kali ini, KECAP DAPUR dari versi blog NURTERBIT.com ini benar-benar dari kecap.
Artinya, dikutip dari sejumlah komentar — yang umumnya memuji — dari pembaca blog ini setelah mereka membaca salah satu tulisan yang sudah dimuat.
Ya, namanya juga kecap. semua kecap apapun mereknya, pasti selalu mengklaim dirinya sebagai yang nomor satu. Mana ada kecap yang nomor dua? Hehehehe…
Komentar pembaca blog Nurterbit
Ini antara lain yang saya suka pada Daeng Nur Aliem Halvaima. Tulisannya deskriptif, seolah mengajak hadir pembaca pada objek yang ditulisnya, potret kehidupan buruh di kawasan industri Pulogadung, Jakarta Timur. Simak petikan awalnya!
“Rumah petak berukuran 3 x 3 meter itu terasa sempit oleh seperangkat kursi butut. Tidak ada perabot lain di ruang tamu itu, misalnya pesawat televisi atau radio transistor seperti milik kebanyakan penghuni ratusan rumah kontrakan di Pulojahe, Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur”.
#Dokumen jurnalistik tak bertanggal dan tak bertahun, layak dibaca oleh siapa pun yang berminat menjadi penulis maupun wartawan.
Pada bagian lain Nur Aliem menulis begini:
“Seorang ibu, masih dengan pakaian lusuh, menggendong anak berusia sekitar dua tahun, tergopoh-gopoh memasuki rumah Gimin. Tangannya menggenggam sebuah gelas dan sebuah buku tulis warna kuning.
“Kok masih sepi?” tanyanya kepada tuan rumah.
“Biasa, sore begini masih sibuk mengurus anak,” sahut istri Gimin.
“Panggil yang lain. Arisan sudah mau dikocok,” katanya.
Ramli:
Salam salut saya buat Daeng Nur Aliem Halvaima, satu di antara sedikit penulis feature unggulan di Harian Terbit dulu….hahaha.
Saeno M Abdi:
Bang Aliem Nur Terbit ini memang amboi…..penyabar dan telaten.
Juga punya selera humor yang khas, termasuk mentertawakan apa yang pernah dialaminya.
Jawaban Nur Terbit
Terima kasih Ki Srunthul, Pak Ramly Amin, bro Centcent S. Cent komentar Anda semua bikin saya terharu..huk..huk..????
Tulisan yang dibicarakan di atas, lahir berkat ide dan penugasan dari Redpel saya ketika itu, Mas Djoko Yuwono (sudah almarhum) untuk menulis feature bersambung tentang kehidupan buruh PT JIEP.
Seminggu saya menelusuri rumah kontrakan para buruh di Pulojahe.
Buat mas bro Alvian Muhammad. Kalau mas bro masih nyimpan arsip (Tabloid) AKSI yang ada tulisan saya soal KERUSUHAN ETNIS DI MAKASSAR, boleh dong saya fotocopi…soalnya saya sendiri gak punya arsip lagi. Dulu ada AKSI 1 eksamplar di meja saya di Terbit, tapi gak sempat diamankan keburu Terbit dijual dengan meja-mejanya hahaha…
Wa bil khusus Ki Srunthul, keren bener status FB ini, bikin terharu dan mengingatkan masa lalu hehe…
Lalu sama dengan permohonan saya ke mas bro Alvian Muhammad, saya mau fotocopi naskah feature kehidupan buruh Kawasan Industri Pulogadung itu. Sungguh, saya sendiri tidak punya arsip hehe…plis…
Demikian beberapa komentar pembaca blog saya. Mohon maaf, umumnya komentar pencitraan kepada saya. Ya namanya juga “Kecap Dapur” hehe…
Salam
Jangan bosan-bosan ya semua untuk mampir ke mari 🙏