Sebagai seorang kakek yang baru mempunyai cucu, adalah kegembiraan saat berkumpul dengan cucu tersayang.
Ada kebahagiaan tersendiri dibanding ketika bersama anak sendiri.
Seorang teman pernah bilang, kalau dengan bicara soal cucu, itu punya cerita sendiri.
“Sebab tidak langsung melahirkan, tapi tiba-tiba bisa dapat anak”. Kalau dipikir, benar juga omongan teman tadi.
Buktinya, saya sendiri mengalaminya. Waktu kelahiran anak sendiri, saya tidak berani menggendongnya. Ada rasa takut kalau terjadi apa-apa. Eh dengan cucu, rasanya jadi berani menggendong.
Saya jadi ingat kakek dan nenek saya almarhum waktu di kampung, Makassar, Sulsel. Adik, kakak dan sepupu saya sering iri, karena saya dianggap “cucu kesayangan” dibanding yang lain. Mungkin karena saya adalah cucu tertua, laki-laki pula.
Kembali ke soal sayang cucu tadi. Beda lagi dengan isteri saya. Sebagai isteri sekaligus berstatus nenek, menghadapi cucunya, seperti tidak bisa lepas dari rasa rindu. Jadwal kunjungan ke cucu pun sering tidak terjadwal lagi.
Kalau cucu tidak berkunjung dalam seminggu, maka neneknyalah yang datang menemui sang cucu tercinta.
ANTARA ANAK & CUCU
Adalah Harbert Newton Casson, penulis buku produktif, dalam tulisannya, ia mengungkapkan rahasia di balik kecintaan seorang kakek atau nenek terhadap cucunya.
Berikut saya kutip bagian dari pembahasan soal kakek-nenek vs cucu itu. Silahkan disimak berikut ini semoga bermanfaat:
Kiwa (Senandung Aqila) dan Runi (Seruni Alifia)
Sering Anda mendapati beberapa kaum tua renta yang terlihat lebih menyayangi cucu-cucunya dari pada anak kandungnya sendiri. Ada dua kemungkinan yang mendasari kecondongan kaum tua tersebut.
Pertama, ketika mereka masih menjalani masa-masa aktif (masa muda) mereka lebih konsen terhadap dunia yang digelutinya. Sedikit mengabaikan urusan rumah tangga, melalaikan kasih sayangnya terhadap anak-anak. Maka wajar sekali, ketika mereka menjadi tua, ketika mereka tak disibukkan lagi dengan urusan kerja, mereka ingin mencurahkan kaish sayang yang dulu sempat tersita.
Kedua, mungkin saja, (setelah mereka menjalani usia tua) banyak di antara kaum dewasa yang mengabaikannya, tak menghormati mereka. Tak seperti anak-anak kecil yang selalu dengan keberadaan mereka (kaum orang tua).
Artinya, hanya anak-anak kecillah yang tak sungkan berdekatan dengan mereka. Anak-anak kecil masih berani naik ke panggung mereka, anak kecil masih berani meminta mereka menjadi kuda. Yang hal demikian riskan sekali dilakukan orang dewasa. Oleh karenanya, orang tua lebih akrab dengan anak-anak.
Sumber : Produktif di Usia Senja (judul asli : How to live 80 years old)
Karangan : Harbert Newton Casson (Kinza Books, 2009).
Nah, itulah catatan Harbert Newton Casson, penulis buku produktif, terkait kakek-nenek yang sayang cucu.
Soal anak kecil naik ke punggung kakeknya dan meminta dia jadi kuda, jadi ingat cerita pengalaman Jusuf Kalla (JK), mantan Wakil Presiden RI, dalam menghadapi cucunya.
“Saya di kantor boleh jadi Wakil Presiden. Tapi di rumah, saya jadi kuda bagi cucu saya, hehe…”, kata Pak JK, dalam salah satu wawancara di TV.
Itulah kakek dan nenek. Cucu adalah segala-galanya. Hidup kakek, hidup nenek. Hidup para cucu hehe….
Demikian artikel ini saya tampilkan kembali semoga bermanfaat. Salam.
Artikel ini pernah saya tulis di akun blog saya yang lain, Jumat 23 Januari 2015.