Transportasi

Wisata Keliling Jakarta Dengan Bus Tingkat Transjakarta

Written by nurterbit

Naik bus tingkat milik Transjakarta dari Sarinah Thamrin Jakarta Pusat ke Kota Tua Beos, Jakarta Barat, Sabtu 13 Agustus 2016 silam, rasanya seperti bernostalgia kembali. Maklum, nama acaranya saja keren: “Wisata Asik Tije”. Atau piknik asik keliling Jakarta dengan bus tingkat Transjakarta.

Ya, ini memang kegiatan jalan-jalan ala komunitas Tau Dari Blogger (TDB) dan Komunitas TJ (Transjakarta Community) bekerja sama Transjakarta, selaku pengelola angkutan kota busway Transjakarta milik Pemprov DKI Jakarta.

Lebih tepatnya, saya pribadi seolah kembali melakukan napak tilas ke era kejayaan bus kota tingkat — salah satu moda transportasi ibukota Jakarta antara tahun 1980-2000-an itu.

Berpose bersama Dirut Transjakarta, Budi Kaliwono, setelah turum dari bus tingkat (foto : Cahyanto)

Berpose bersama Dirut Transjakarta, Budi Kaliwono, setelah turun dari bus tingkat (foto : Cahyanto)

Entah sudah diamankan di mana “bangkai” bus kota tingkat milik Pemprov DKI itu sekarang. Dulu, bangkai bus ini masih bisa terlihat di pool PPD Cawang, atau menumpuk di putaran Jl Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur.

Sabtu pagi 13 Agustus 2016 itu, sebuah bus tingkat warna merah tiba-tiba sudah menjemput kami para blogger di depan Starbuck Thamrin, untuk diangkut ke Kota Tua. Bus tersebut berhenti tepat di halte sehingga kami berjalan berombongan dari dalam Starbuck.

Halte itu tak jauh dari pos polisi depan Sarinah yang pernah di bom, beberapa waktu lalu.

Eh …. jadi kebayang lagi kasus itu ya? Ah lupakan dulu cerita itu deh, kita fokus ke wisata TJ ini dulu. Maaf.

Naik bus tingkat Transjakarta kali ini, mengingatkan juga satu peristiwa –ketika saya dan isteri secara “iseng” keliling Jakarta naik bus tingkat “City Tour” yang gratis itu.

Bus tingkat Transjakarta warna merah menyala yang membawa kami keliling kota dari Sarinah Thamrin ke Kota Tua (foto : dok Nur Terbi)

Bus tingkat Transjakarta warna merah menyala yang membawa kami keliling kota dari Sarinah Thamrin ke Kota Tua (foto : dok Nur Terbit)

Suasana di dalam bus, baik di lantai bawah mau pun atas, masih “kinclong”. Bersih mengkilap. Penumpang pun tidak boleh ada yang berdiri. Sementara ada guide di dalam bus tak henti memberi informasi soal rute yang dilewati.

Rute bus tingkat Transjakarta yang kami tumpangi, juga melintasi depan Sarinah – Bundaran HI – Jl Thamrin – Medan Merdeka Barat – Harmoni – Jl Juanda – Kantor Pos dan berakhir di depan Masjid Istiqlal.

Bedanya kali ini adalah, karena “penumpang” di atas bus semuanya dari komunitas blogger. Bahkan ada dua orang di antaranya adalah “pelanggan istimewa” (istilah lain dari penumpang) yakni Budi Kaliwono — yang tidak lain adalah Dirut Transjakarta sendiri.

Budi juga didamping oleh Budi yang lain, yakni  Prasetya Budi (Prabu) —  Kepala Humas Transjakarta. Perjalanan yang sungguh menyenangkan ini betul-betul perjalanan yang istimewa pula, hehehe..

Baca juga : Mungkinkah Bus TransJakarta Dilengkapi Toilet dan Wifi?

RIWAYAT BUS TINGKAT

Waktu terus berpacu dan era sudah berganti. Bus kota tingkat pun menghilang dari Jakarta. Cerita perjalanan bus ini pun lalu bisa jadi panjang.

Seorang dosen jurusan otomotif pernah menganalisa, bahwa yang membuat bus tingkat itu hilang dari Jakarta karena selain kurang aman akibat terlalu tinggi, juga karena rata-rata bus tingkat pakai transmisi otomatis yang masih sangat sederhana (berdasarkan tekanan hidraulik) makanya setiap perpindahan giginya harus berada di putaran tinggi n efek perpindahan gigi yang tidak nyaman. Ndut-ndutan….

Sekitar tahun 2000-an misalnya, bus kota ini “dipindah-operasikan” ke Kota Solo, Jawa Tengah dan di sana direnovasi. Fungsinya sebagai bus wisata. Tetapi tahun 2002-an itu, bus tingkat Solo kemudian dihapus.

Kabar burung dari pihak Damri ketika itu, alasannya karena suku cadang yang sulit dicari. Sebelum bus tingkat tersebut dipindah ke kota kelahiran Presiden Jokowi (Joko Widodo), konon pernah juga beroperasi di kota Semarang sekitar tahun 80-an. Di Indonesia saat itu hanya beberapa kota besar yang punya bus tingkat. Antara lain Jakarta, Medan, Semarang, Solo, Surabaya, dan Makassar.

Salah satu armada busway Transjakarta (dok WA TdB)

Salah satu armada bus Transjakarta (dok WA TdB)

BUS TRANSJAKARTA

Bagaimana dengan bus Transjakarta?

Darmaningtyas, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam salah satu artikelnya dia menulis bahwa, busway mulai beroperasi di Jakarta sejak 15 Januari 2004 atau 12 tahun silam sebagai sejarah permulaan beroperasinya bus Transjakarta. Angkutan umum massal ini sempat mengalami tentangan yang amat berat, terutama sebelum lahir “bayi” Koridor I (Blok M – Kota).

Tapi Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso ketika itu, ternyata dapat membawa bus ini “lari cepat”. Dalam waktu kurang dari tiga tahun (Januari 2004 – 7 Oktober 2007) Sutiyoso berhasil membangun dan mengoperasikan tujuh koridor dan telah memulai pembangunan tiga koridor baru (Koridor VIII-X).

Secara umum, jalur Transjakarta cukup steril meski di sana sini ada penyerobotan oleh pengguna kendaraan pribadi. Hal itu karena Gubernur Sutiyoso tegas terhadap pelanggar jalur Transjakarta. Bahkan Wakil Presiden Hamzah Haz pun diadamprat pada saat mobil dinas yang ditumpanginya nyelonong masuk ke jalur Transjakarta.

Pergantian kepemimpinan dari Gubernur Sutiyoso ke Fauzi Bowo atau yang disebut Foke (8/10 2007), membawa kemunduran bagi bus Transjakarta yang sudah berlari kencang, tiba-tiba “ditarik kebelakang”. Masyarakat ketika itu boleh “menyerobot” jalur Transjakarta sehingga tidak pernah bisa steril lagi.

Suasana penumpang bus tingkat armada busway Transjakarta (dok WA TdB)

Suasana penumpang bus tingkat armada bus Transjakarta (dok WA TdB).

Dengan kata lain, pada masa Foke inilah perjalanan bus Transjakarta justru mundur jauh ke belakang. Pembangunan koridor pun terhenti, juga tidak ada penambahan SPBBG (stasiun pengisian bahan bakar gas).

Sementara era Gubernur Jokowi – Ahok, hanya melanjutkan kerja Foke yang belum tuntas, termasuk adanya penambahan armada baru untuk Koridor I dan X. Ibaratnya, Jokowi-Ahok dapat “berkah” dari peninggalan kerja Foke yang belum tuntas. Akhir 2013 baru muncul gebrakan pengenaan denda besar bagi penyerobot jalur Transjakarta.

Dirut Transjakarta, Budi Kalinowo beri sambutan di depan anggota Komunitas blogger foto (foto : Nur Terbit)

Dirut Transjakarta, Budi Kalinowo beri sambutan di depan anggota komunitas blogger (foto : Nur Terbit)

Sekarang, memasuki usianya yang ke-12 tahun, kelembagaan  bus Transjakarta pun mengalami perubahan, yaitu dari Unit Pelaksana (UP) di bawah Dinas Perhubungan, berubah menjadi BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).

Apakah setelah berubah menjadi BUMD akan mengalami percepatan perbaikan pelayanan?

Semua amat tergantung pada kapasitas personal dan motivasi mereka menjadi komisaris dan direksi. Terutama kita tunggu bagaimana teknik pengelolaan dari tangan dingin Dirut Transjakarta, Budi Kaliwono.

Yang pasti, kata BKL — inisial Budi Kaliwono — selama Agustus 2016 ada kenaikan penumpang sebanyak 400.000 orang tiap hari pada hari kerja untuk seluruh rute. Artinya penggunaan TJ bisa mengurangi polusi dari populasi mobil di jalan serta mengurangi kemacetan. Sip dah…

Bekasi, Selasa 23 Agustus 2016,

Nur Terbit    

Komunitas blogger foto bersama dengan latarbelakang gedung hTransjakarta (dok WA TdB)

Komunitas blogger foto bersama dengan latarbelakang gedung Transjakarta (dok WA TdB/Senyum.id)



10 Comments

Tinggalkan Balasan ke nurterbit X