Kolom Media Pers

Ada ‘Virus Hoax’ Di Antara Corona (Lensa 2)

Written by nurterbit

Rubrik Lensa Majalah Telescope
VIRUS HOAX
Oleh : Nur Aliem Halvaima
Pemimpin Redaksi Majalah Telescope

WARTAWAN dalam meliput wabah virus berbahaya, termasuk Corona saat ini, masih banyak yang tidak memikirkan keselamatan dirinya.

Contohnya, saat menjalankan tugas jurnalistik, tidak dilengkapi dengan pakaian atau alat pengaman lainnya seperti masker dan lain-lain. Beda dengan wartawan di luar negeri.

Terkait adanya penyakit pandemi yang saat ini juga sudah menyebar, saya jadi ingat waktu kasus flu burung. Atau lebih dikenal dalam istilah medis H5N1. Kejadiannya sekitar tahun 2000-an.

Virus hoax mendompleng kasus Corona

Saya waktu itu masih reporter di lapangan, ikut hadir di lokasi acara penguburan dan pembakaran unggas yang mati karena terjangkit flu burung.

Lokasi acara di halaman Balai Rakyat Matraman Jakarta Timur. Hadir menteri, gubernur, kadis kesehatan, walikota, camat, lurah dan masyarakat setempat.

Acara ini juga diliput oleh selain wartawan ibukota RI, juga wartawan asing. Wartawan dari media luar negeri tersebut, datang ke lokasi liputan dengan memakai baju anti virus. Seluruh badan mereka tertutup seperti pakaian astronot.

Nah, mau tahu bagaimana dengan penampilan wartawan ibukota (media nasional) ketika itu?

Gak pakai pengaman apa2 loh, termasuk saya yang juga ikut hadir meliput. Bahkan, di antara teman-teman wartawan sesama media nasional, ada yang dengan berani mengangkat bangkai unggas tersebut lalu memotretnya. Gak teelihat takut akan terjangkit virus flu burung.

Giliran wartawan asinglah yang sampai terheran-heran melihat kami. Mereka mungkin pikir, ini wartawan Indonesia kebal penyakit kali ya? Berani amat memegang unggas yang terjangkit virus flu burung? hahaha….

Kolom tempat menulis di media, rubrik khusus di majalah

Cover majalah Telescope.

***

KISAH ini tentang wabah virus Corona di sebuah kampung, di pinggiran Jakarta, dalam wilayah hukum Jabodetabek. Kisah yang bebas bergulir, tanpa bisa terkendalikan.

Secara etika kedokteran maupun himbauan dari pemerintah, apakah identitas pasien terduga Corona itu boleh disebutkan, disebarkan di media sosial?

Tentu kurang etis. Karena dikhawatirkan bisa menimbulkan kepanikan dan ketakutan warga.

Dalam protokol penanggulangan Covid-19 oleh WHO, tidak dibenarkan mempublikasi identitas penderita atau suspect Covid-19.

Ini tujuannya demi menjaga dampak sosial bagi penderita. Hal yang perlu dihimbau bagi masyarakat adalah areal/lokasi penyebarannya.

Tapi, siapa yang bisa membendung informasi yang bebas berseliweran itu?

Misalnya, dari media sosial, dari netizen, atau dari tetangga korban sendiri — yang semua sudah memegang smartphone.

Mereka bebas memotret rumah tetangganya. Baik yang masih dalam pengawasan, pemantauan maupun sudah terduga Corona.

Mereka tanpa sadar, telah mengabadikan dengan video, ketika ambulans ke rumah korban datang menjemput lalu membawanya ke rumah sakit.

Bahkan, secara demonstratif, mereka tanpa sadar, menyebarkan informasi, foto, video ke sosial media saat tetangganya dimakamkan.

Ya, tetangga mereka, yang belakangan dikabarkan positif mengidap virus Corona. Oh my God.

Kolom tempat menulis di media, Rubrik khusus di majalah

Rubrik di  majalah

***

Sekali waktu, Gubernur DKI Anies Baswedan, mengumumkan ada warganya dalam pengawasan karena diduga terpapar virus Corona.

Beberapa hari kemudian, Menkes Letjen TNI (Purn) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad. (K)  membantah. Virus Corona, kata Menkes, belum masuk koq ke Indonesia.

Lalu…. tidak begitu lama berselang, Presiden Jokowi mengumumkan secara resmi, ada 2 orang di Depok positif terjangkit Corona. Ibu dan anaknya. Setelah itu masih berlanjut.

Bupati Cianjur gelar konfrensi pers: ada warga Bekasi yang datang menjenguk keluarganya di Cianjur, dan dirawat karena Corona. Orang ini sudah meninggal. Kemudian dibantah lagi. Orang yang mati itu, konon, negatif Corona.

Nah, pusing kan? Yang mana mau dipercaya?

Yang satu bilang gak ada Corona, yang dua lainnya bilang sudah ada virus asal Wuhan Cina itu. Yang tiga lagi? Ya, masih ragu. Masih sibuk nyari “panggung” hehe…

Lalu, seorang dokter wanita, melalui akun sosmednya, tiba-tiba menyalahkan media. Itu karena dia anggap, medialah yang terlalu “bersemangat” memberitakan Corona.

Wartawan pun jadi sasaran dia bully. Sadis kan? Maka, ujung-ujungnya, sudah gampang ditebak.

Berseliweranlah akhirnya berita-berita yang mengandung hoax. Paling tidak, patut diduga hoax. Berita yang sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Coba kita urutkan ya.

Dari berbagai berita tersebut, ada berita serius soal Corona, juga gambar meme, berbagai macam resep tradisional anti Corona, aneka bentuk masker — dari tissue basah sampai masker dari kutang alias BH wanita — hingga yang sekedar “menghibur diri” dari kepanikan. Semua viral.

Bersama melawan Corona, Jangan lupa pakai masker Corona

Bermasker-ria setiap keluar rumah (foto : Nur Terbit)

***

KOMINFO mencatat, sedikitnya sudah ada 241 berita hoax (bohong) tentang virus Corona tersebar di media sosial. Kebanyakan melalui Instagram dan Facebook. Sejumlah pelakunya pun sudah ditahan polisi, dan segera menyusul jejak penyebar berita hoax lainnnya ke penjara.

Para pelaku mengaku, tujuan menyebar kabar bohong (melalui foto dan video) ke media sosial, hanya bercanda. Tidak menyadari kalau akibat perbuatannya, menimbulkan keresahan dan kepanikan bagi masyarakat.

Data Kominfo tahun 2018 juga menyebutkan, ada sekitar 90% informasi kesehatan yang viral melalui Facebook. Sementara data Dewan Pers, ada sekitar 95% info kesehatan di WhatsApp adalah Hoax.

Parahnya lagi, info kesehatan termasuk paling tinggi yang mengandung hoax.

Menempati urutan ketiga setelah hoax tentang politik dan hoax pemerintahan

Jadi hati-hati merekam, memotret, atau membuat video seolah-olah ada virus Corona — atau apa saja yang sifatnya kabar bohong — lalu mengunggahnya ke media sosial. Resikonya, penjara menanti bagi si pembuat hoax.

Artinya, berita hoax sudah ada di sekeliling kita. Lebih masif dari pada penyebaran wabah virus Corona itu sendiri * (Nur Terbit) *

Kolom tempat menulis di media, rubrik khusus di majalah

(foto : Nur Terbit)

Leave a Comment