Umroh

Umrah Keluarga, Perjalanan Panjang Menuju Baitullah

Bersama sebagian anggota keluarga yang berangkat umrah, berpose saat transit di Bandara Kualanamu, Medan (dok Nur Terbit)
Bersama sebagian anggota keluarga yang berangkat umrah, berpose saat transit di Bandara Kualanamu, Medan (dok Nur Terbit)
Written by nurterbit

Ini agaknya penerbangan terlama dan terjauh yang pernah saya jalani. Juga sekaligus perjalanan udara terbanyak bersama 24 anggota rombongan keluarga dalam sejarah kehidupan kami. (Cieh….catat, catat, entar siapa tahu keluar pertanyaannya di ujian nasional hehehe…)

Betapa tidak, ketika 20 tahun silam (tahun 1996) saat saya pertama kali berangkat umrah, saya hanya sendirian tanpa mengikutkan anak-istri. Maklum, ini adalah Umrah Abidin alias “umrah dengan anggaran biaya dinas” sebagai wartawan peliput umrah. Saya kebetulan difasilitasi oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Masjid Istiqlal, Jakarta. Baca di sini

Atau saat kakak perempuan saya, Hajjah Sitti Hamsyiah Puang Memang, berangkat haji tahun 1979 bersamaan adanya pesawat jamaah haji Indonesia yang jatuh di Colombo dan menewaskan semua penumpangnya. Kakak saya ketika itu berangkat bersama 10 anggota keluarga mulai terdiri adik, kakak, ponakan, paman, tante dan nenek, kakek.

Juga ketika bapak-ibu saya tahun 1974 dan kakek-nenek saya tahun 1970 berangkat haji, beliau masih menggunakan kapal laut. Perjalanan ditempuh 100 hari pergi-pulang. Atau praktis tiga bulan perjalanan. Tidak seberapa dengan saya yang hanya 30 jam pergi-pulang. Tentu bisa terbayang bagaimana “rempong”-nya naik haji dengan kapal laut zaman itu ya? Kisahnya baca di sini

Maka saya harus berterima kasih dan bersyukur. Sebab kali ini bisa terbang dengan pesawat penumpang komersial milik negeri sendiri — Garuda Indonesia – dimulai dari ujung timur ke ujung barat, dari Indonesia Timur ke padang sahara di Timur Tengah. Ini semua demi untuk sebuah perjalanan ibadah umrah.

Saya dan istri (Bunda Sitti Rabiah) memulai perjalanan dari rumah di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Berangkat sejak Rabu sore, 23 Desember 2015, pukul 17.50 WIB melalui Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta menuju Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Dari Makassar bersama keluarga besar berangkat tengah malam suntuk, lalu “tembak langsung” ke Bandara Kualanmau, Medan, Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Tiba Subuh dinihari. Selanjutnya menuju Bandara King Abdulaziz Jeddah Saudi Arabia dan tiba esok harinya.

Praktis seluruh perjalanan menyita waktu setidaknya 15 jam lebih. Itu sebabnya ini juga boleh disebut sebagai penerbangan lintas provinsi di dalam negeri sekaligus lintas Negara. Setidaknya ada 3 provinsi terlewati, yakni : Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara plus Jeddah, Medinah dan Mekah di Saudi Arabia.

Inilah urutan-urutannya. Dengan maskapai Batik Air (Lion Grup) kami berdua bunda terbang menuju Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Tiba malam hari sekitar pukul 22.00 waktu Makassar. Begitu tiba di rumah di daerah Sudiang, Biringkanaya, sudah berkumpul seluruh keluarga besar yang sengaja datang mau melepas kami ke Tanah Suci.

Tidak pakai lama, misalnya santai atau kangen-kangen dulu dengan keluarga yang baru bertemu lagi sejak puluhan tahun di rantau, tapi langsung buka baju dan celana. Wow…mau ngapain nih? Hehehe jangan berpikiran aneh-aneh… Maksudnya, kami berdua segera mandi dan ganti pakaian terus langsung bebenah untuk gabung dengan rombongan keluarga yang sudah lama siap ke bandara.

“Kami ini sebenarnya tinggal menunggu Nur dan Bunda dari Jakarta, selanjutnya kita terbang ke Bandara King Abdulaziz, Jeddah, dan sebelumnya transit di Bandara Kualanamu, Medan,” kata salah satu anggota keluarga dari 20 orang rombongan umrah kami.

Bayangkan, kalau misalnya pesawat saya dari Jakarta delay satu sampai dua jam sehingga terlambat tiba di Makassar? Tentu saya ditinggal pergi oleh keluarga. Maka rencana perjalanan umrah bisa gagal, iya kan? Syukurlah saya dan istri tiba tepat waktu di Makassar dan bisa segera bergabung dengan Alhamdi, yakni biro perjalanan umrah yang hari itu membawa sekitar 90 orang jamaah.

Bersama istri dan anggota keluarga berpose saat selesai wisuda S2 Hukum di gedung Balai Sudirman Jakarta sebelum take off di Bandara Halim Perdana Kusuma untuk terbang ke bandara Sultan Hasanuddin, Makassar (dok Nur Terbit)

MASIH SEMPAT DIWISUDA — Bersama istri dan anggota keluarga berpose saat selesai wisuda S2 Hukum di gedung Balai Sudirman Jakarta sebelum take off di Bandara Halim Perdana Kusuma untuk terbang ke bandara Sultan Hasanuddin, Makassar (dok Nur Terbit)

MASIH SEMPAT WISUDA

Sekali lagi, sungguh ini penerbangan panjang. Sebab sebelum terbang ke Kualanamu, Medan, saya dan istri baru sekitar 2 jam mendarat di Makassar dalam penerbangan dari Jakarta. Sejak Subuh meninggalkan rumah di Bekasi untuk mengikuti wisudah S2 Ilmu Hukum saya di Universitas Islam Jakarta.

Acara wisudanya sendiri berlangsung di gedung Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan dari pukul 08.00 pagi hingga 13.00 siang. Tanpa istirahat, dari tempat wisuda mampir ke kantor anak mantu di KBR68H (Majalah Tempo Grup), di Utan Kayu, Jakarta Timur untuk menitip mobil. Selanjutnya dengan mobil sewaan, langsung ke Bandara Halim Perdana Kusuma untuk terbang ke Makassar.

Kamis pagi 24/12/2015 pukul 05.00 WIB, mentari pagi Nampak masih malu-malu mengintip. Sinarnya masih berselimut gelap ketika kami memulai perjalanan ibadah umrah dari Makassar ke Kualanamu, Medan menggunakan pesawat Garuda Flight No.GA986, Ujung Pandang – Jeddah, boarding time 02 : 15 di kursi Economy Class.

Tiba di Medan sudah dini hari dan masih sempat sholat Subuh di Bandara Kualanamu. Selanjutnya melanjutkan penerbangan ke Jeddah. Tiba pukul 12.20 waktu Arab di Bandara King Abdulaziz Jeddah dalam penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar – transit di Kualanamu Medan – dan melanjutkan penerbangan ke Jeddah.

Selanjutnya setelah pemeriksaan paspor di Bandara King Abdulaziz, Jeddah, Saudi Arabia, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan 2 bus menuju Madinah. Di sinilah napak tilas perjalanan Nabi Muhammad SAW dimulai.

Sebuah mesjid di daerah Bir Ali – tempat mengambil miqat — yakni sebuah tempat memulai rangkaian ibadah umrah dengan memakai pakaian ihram. Dua helai kain putih tanpa dijahit membungkus tubuh bagi laki-laki. Atau mukena putih dan celana panjang putih bagi wanita.

Sekedar informasi tambahan, pakaian ihram itulah yang dipakai sebagai pengganti pakaian dan celana selama umrah. Sekali lagi, pakaian ihram itu sebagai pengganti celana. Artinya, saat itu laki-laki tidak memakai celana dalam hehehe….

Nah, bagaimana cerita selama umrah di Madinah dan Mekah? Tunggu tulisan berikutnya. Salam……(Nur Terbit – bersambung)

Bersama sebagian anggota keluarga yang berangkat umrah, berpose saat di atas pesawat Garuda jelang take off di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar (dok Nur Terbit)

Bersama sebagian anggota keluarga yang berangkat umrah, berpose saat di atas pesawat Garuda jelang take off di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar (dok Nur Terbit)

4 Comments

Leave a Comment