SK atau surat keputusan, adalah sesuatu yang sangat berharga dan “sakral” untuk setiap orang. Tentu tergantung pada situasi apa SK tersebut diterbitkan. Kalau SK pemecatan, tentu lain lagi nuansa kebahagiaannya hehehe….
SK yang saya share ini, bukan tanpa maksud apa-apa. Gak sengaja bongkar2 berkas, eh ketemu SK ini di antara map usang dan mulai pudar warnanya. Sebuah SK yang diberikan oleh Pak Hadikamadjaja, pimpinan redaksi koran sore HARIAN TERBIT, media cetak grup POS KOTA tempat saya bekerja.
SK antik ini diterbitkan tertanggal 1 Juni 1989, atau 26 tahun silam. Jadoel banget ya? Ketahuan deh saya wartawan angkatan kapan hehehe. Ya SK tersebut diberikan ketika saya yang semula masih status reporter, diangkat sebagai redaktur yang ditugaskan mengelola edisi minggu HARIAN TERBIT. Sebelumnya saya di lapangan meliput berita kriminal, hukum dan perkotaan. Liputan utama saya ketika itu, khusus wilayah Jakarta Utara, pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya.
SK tadi, tentu menjadi sebuah benda berharga, sekaligus pengakuan pimpinan terhadap keberadaan saya sebagai wartawan di grup POS KOTA. SK lain kemudian silih berganti saya terima, mulai SK mutasi, SK peringatan dan sejumlah SK lainnya. Karena banyak SK saya terima sepanjang pengabdian saya di koran sore ini, teman2 sekantor menjuluki saya dengan “Pemegang SK terbanyak” terutama dalam sepanjang sejarah perjalanan koran HARIAN TERBIT. “Mestinya masuk MURI kamu Nur, hehehe……,” ledek teman2 kantor. Betul juga kali ye?
Seperti yang saya ungkapkan di atas, SK antik tersebut diterbitkan tertanggal 1 Juni 1989. Padahal, saya sudah bergabung sebagai koresponden di Makassar sejak tahun 1980-an, lalu hijerah ke Jakarta tahun 1984. Artinya, saya sudah bekerja dan mengabdi sebagai reporter dari tahun 1980, namun SK saya pegang atau dikeluarkan setelah tahun 1989, atau 9 tahun kemudian. Nah, bisa masuk MURI lagi kan? Hehe..
Saat SK ini diterbitkan, gaji saya ketika itu baru Rp25.000/bulan + uang transpor. Alhamdulillah cukup “ngos-ngosan” untuk bisa bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta.
Sekedar informasi, HARIAN TERBIT yang mulai terbit secara perdana 15 April 1972 dengan nama POS SORE, mampu bertahan hingga usia 42 tahun. Belakangan “dijual” oleh pemiliknya — antara lain pemegang sahamnya adalah Haji Harmoko, mantan ketua MPR dan Menteri Penerangan era Soeharto.
Koran perjuangan ini selanjutnya resmi tidak lagi sebagai media grup Pos Kota, terhitung sejak 20 Januari 2014. Semua karyawan serta wartawannya “dipaksa” pensiun dini dengan uang pesangon seadanya. Harian Terbit sendiri masih beredar hingga saat tulisan ini saya ketik, tentu saja dengan pemilik saham, pengelola, armada wartawan dan pemasaran dengan menejemen baru. Ah…sudahlah. Semua sudah berlalu…