Ekonomi Reportase

Ini Untung Ruginya Kalau ‘Ngutang’ di Pinjol dan Belanja COD

Written by nurterbit

Meminjam uang secara online — populer dengan sebutan pinjaman online (Pinjol) adalah “gaya hidup” yang belakangan ini populer di kalangan masyarakat.

Selain Pinjol, juga tidak kalah menarik, adalah maraknya belanja barang secara cash on delivery (COD) pasca ditutupnya pusat perbelanjaan selama pandemi.

Seorang teman pernah bercerita kepada saya, katanya, selama mal dan pusat kuliner (food court) ditutup karena Covid19, istrinya kini sudah jarang belanja.

“Berarti antum bersyukur dong, bisa menghemat pengeluaran uang belanja bulanan kepada istri,” kata saya.

“Siapa bilang?,” katanya.

Loh, ada apa? Kan gak perlu ke mal lagi dong? Kata saya. Lalu dia pun bercerita lagi. “Permisi.. paket…paket..!!”.

Yang terjadi, memang sudah bisa ditebak walau hanya dengan dia berkata : “paket..paket!!”.

Iya betul. Istrinya memang tidak lagi belanja ke mal, mencari cara lain yang lebih praktis, efektif dan.. konsumtif hehe…

“Pesan barang dengan sistem COD. Alias barang diantar kurir, barang tiba di rumah, baru deh dibayar. Praktis kan?,” jelasnya, hingga saya harus mengangguk.

APLI TALKSHOW

Penulis diberi kesempatan bertanya di acara sesi tanya jawab (foto FIFI SHN)

*****

Dua pemasalahan di atas, kembali hangat dibahas di acara APLI Talkshow 2021. Saya hadir di hari kedua dan ketiga: Kamis, Jumat 16-17 Desember 2021.

Acara ini digelar APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) di City Plaza, Jl. Gatot Subroto No. 44, Kuningan Barat, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Tema yang diangkat adalah “Kebijakan Produk Penjualan Langsung Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan”.

Hadir sebagai narasumber: Dr. Moch Bukhori Muslim, LC, MA, Ketua Bidang Industri Bisnis dan Ekonomi Syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).

Juga Ketua Umum APLI Kany V. Soemantoro, dan Andam Dewi Wakil Ketua APLI. Sedang moderator adalah Ina Rachman, SH, MH yang juga Sekjen APLI.

Adapun Dr Ir Penny K Lukito, MCP, Kepala BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) yang sudah dijadualkan hadir, batal datang karena ada urusan lain.

Saya sendiri, yang hadir sebagai blogger dari Komunitas Sahabat Blogger (KSB) — dikomandoi oleh Mbak Sumiyati Sapariah — dapat kesempatan mengajukan pertanyaan saat sesi tanya jawab.

Dua pertanyaan saya, yakni pertama, mengenai pinjaman online (Pinjol) dan keluarga dikejar-kejar. Kedua, pembelian secara online (COD). Barang pesanan datang ke rumah, baru dibayar kurirnya.

Bagaimana dari aspek syariah dengan kasus pengejaran ke pembeli karena kasus COD dan pinjol alias pinjaman online?

Seperti diketahui, cash on delivery (COD) tentu sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.

YOUTUBE NUR TERBIT

Thumbnail channel YouTube Nur Terbit (dok Nur Terbit)

Arti dari cash on delivery adalah jual beli yang metode pembayarannya dilakukan secara tunai, secara langsung ketika pesanan tiba di tangan pembeli.

Ada juga blogger emak-emak dari Bekasi. Namanya Bunda Sitti Rabiah, menceritakan pengalamannya sebagai korban dari penjualan langsung ke rumah.

“Tapi ada kebohongan di balik dari penjualan produk itu. Bagaimana dari sisi syariahnya?,” katanya kepada Pak Kiai Muslim Bukhori dari MUI.

*****

Doktor Moch Bukhori Muslim, LC, MA, Ketua Bidang Industri Bisnis dan Ekonomi Syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) pun menjawab. Katanya:

Kalau dari aspek syariah, ini namanya ada di antara resiko orang berdagang yang menjual produk dengan sistem COD. Dia harus menanggung risiko seandainya orang itu tidak jadi membeli barang pesanannya. Oleh pembeli itu resiko.

Kenapa risiko? namanya jual beli. Yang paling sederhana yaitu jual beli itu syaratnya harus bertemu antara penjual dengan pembeli.

Kalau pembelian secara COD, pembelinya nggak ketemu. Barang dibayar ketika sudah sampai di tempat tujuan pembeli. Iya kalau misalnya alamatnya benar.

Bagaimana kalau alamat palsu, tidak sesuai alamat atau sistem jual-belinya? Ini juga dilematis.

Saran Pak Kiai Bukhori Muslim:

Yang pertama: jangan mau berurusan dan mengambil uang melalui pinjaman online (pinjol). Kalau terpaksa, ke MLM (Multi Level Marketing) yang Syariah. Itu lebih baik.

“Kalau nggak bener-bener kepepet, jangan sampai kita ngutang. Kalaupun ngutang gak usah melalui pinjaman online. Kalau bisa ketemu saja dengan orang yang bener-bener mau memberi utangan tanpa resiko dikejar dengan bunga dan sebagainya”.

Pengurus APLI

Pengurus APLI

Yang kedua, disarankan kepada pihak yang meminjamkan uang, datanglah atau berilah kepada orang yang bener-bener butuh.

Yang ketiga, kalau terpaksa harus ke pinjaman online, mohon diperhatikan apakah pinjaman online tersebut sudah terdaftar di OJK (otoritas jasa keuangan).

Yang keempat, pihak perusahaan peminjam sudah ada sertifikat Syariah dari Dewan Syariah Nasional (DSN).

Apa Itu APLI?

APLI, merupakan singkatan dari Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia, adalah suatu organisasi yang merupakan wadah persatuan dan kesatuan tempat berhimpun para perusahaan penjualan langsung (Direct Selling/DS).

PENGURUS APLI

Pengurus APLI

Termasuk juga di dalamnya ada perusahaan yang menjalankan penjualan dengan system berjenjang (Multi Level Marketing/MLM) di Indonesia.

“Anggota APLI sekarang sudah ada 104 se Indonesia.  Bidang usaha yang digeluti adalah kosmetik, suplemen, alat kesehatan,” kata Ketua Umum APLI Kany V. Soemantoro.

Ditambahkan oleh Andam Dewi Wakil Ketua APLI, asosiasinya secara umum terbesar menangani penjualan kosmetik dan alat kesehatan. Bahan kandungan barang produk yang dijual, adalah lokal 55 persen luar 45 persen.

Dalam Bahasa Inggris, APLI diterjemahkan menjadi IDSA, singkatan dari Indonesian Direct Selling Association.

APLI sendiri telah menjadi Anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN INDONESIA), dengan nomor anggota 20203.18688-6/04-09-1995 dan diakui oleh Pemerintah/Departemen Perdagangan.

BLOGGER

Blogger anggota Komunitas Sahabat Blogger (KSB) bergambar bersama narasumber (foto dok KSB)

APLI, juga merupakan bagian dan satu-satunya Asosiasi Penjualan langsung di Indonesia yang telah diakui oleh Federasi Penjualan Langsung Internasional (World Federation of Direct Selling Assosiation/WFDSA).

Di setiap negara WFDSA hanya menerima satu asosiasi DS/MLM sebagai anggota yaitu Asosiasi yang mendaftar pertama dan anggota-anggotanya memenuhi persyaratan kode etik yang ditentukan oleh WFDSA.

Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), merupakan organisasi independent, yang tidak berafiliasi dengan salah satu kegiatan politik praktis, selain kegiatan professional dalam bidang mewujudkan Penjualan Langsung (Direct Selling), termasuk penjualan dengan system berjenjang (MLM) yang murni dan benar.

Berdirinya Asosiasi di Indonesia ini dicetuskan pertama kali oleh Bapak Eddy Budhiman dengan nama IDSA (Indonesian Direct Selling Association), dan disyahkan pendiriannya di kantor Notaris pada tanggal 24 Juli 1984 dengan nama APLI kepanjangannya Asosiasi Penjual Langsung Indonesia.

Karena di Indonesia saat itu belum banyak perusahaan DS/MLM maka kegiatan asosiasi sempat tidak aktif pada waktu itu. Kini mulai menggeliat lagi.

Bravo APLI !

Salam, Nur Terbit

Ini juga reportase video YouTube dari lokasi APLI TALKSHOW :

 

Leave a Comment