Reportase

Rahasia di Balik Pesona Keramik Plered

Foto Nur Terbit
Foto Nur Terbit
Written by nurterbit

Siapa tidak kenal Plered?  Satu kecamatan di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat yang memproduksi keramik. Sudah mendunia. Produksinya sudah diekspor ke berbagai negara.

Sepanjang jalan, berderet sekitar 80-an unit usaha keramik yang berpusat di Desa Anjun. Letaknya sekitar 13 km dari pusat kota Purwakarta.

Baca Juga : Mampir Belanja di Pasar Jokowi Plered Purwakarta

Berbagai bentuk  dan  warna keramik dijual. Mulai dari perlengkapan rumah tangga, pot bunga  hingga  hiasan dan kerajinan. Ada yang  berbentuk hewan, buah-buahan, bola dan aneka guci.

“Waktu ke Plered, saya beli celengan hias karena ingat anak perempuan saya di rumah. Saya tertarik dengan celengan Doraemon dan boneka Marsha kesukaannya yang terbuat dari tanah liat,” kata Ita Rosita, guru TK dari Bekasi.

Nama Plered asalnya dari jaman tanam paksa. Ketika itu Plered dijadikan tempat menanam kopi. Hasil tanaman kopi diangkut menggunakan pedati kecil ditarik kerbau yang disebut “Palered”.

Berbagai jenis keramik produksi Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (foto : Nur Terbit)

Berbagai jenis keramik produksi Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (foto : Nur Terbit)

Sudah Ada Sejak Zaman Belanda

Keramik Plered sudah ada sejak zaman Belanda. Dibuat warga secara turun-temurun sejak 1904.  Keramik tersebut bahkan diekspor ke berbagai negara. Di antaranya Jepang, Belanda, Singapura, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Kanada, Saudia Arabia, Amerika Serikat, Amerika Latin, Inggris, Spanyol, Italia.

Keramik Plered memiliki sejarah panjang. Dimulai sejak zaman kolonial Belanda (1795). Di sekitar Citalang ada lio-lio atau tempat pembuatan genteng dan batu bata. Sejak itulah rumah warga berobah.

Yang semula beratap ijuk, sirap, daun kelapa atau alang-alang, mulai diganti dengan atap genteng. Bahkan di sekitar Anjun (Panjunan), sudah dimulai pembuatan gerabah atau tembikar.

Produk gerabah yang diglasir di Plered, kemudian menjadi industri rumah tangga pada 1935

Pada tahun tersebut, terdapat perusahaan Belanda yang membuka pabrik glasir bernama Hendrik De Boa di Warung Kondang, Plered.

Pada zaman kolonial Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran. Itu akibat penduduknya harus bekerja sebagai romusha (pekerja paksa), utamanya di sekitar kaki Gunung Cupu dan Ciganea. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo. Kendati demikian perusahaan tersebut tetap berjalan.

Pada masa kemerdekaan, produksi gerabah dan keramik di Plered nyaris terhenti sama sekali, seiring keterlibatan penduduk dalam gerakan perjuangan.

Setelah penyerahan kedaulatan 29 Desember 1949, keadaan di Plered berangsur baik.

Produksi gerabah dan keramik mulai bangkit. Ditandai dengan Bung Hatta membuka resmi Induk Keramik yang gedungnya dekat Gonggo pada 1950.

Pada masa itu mesin-mesin didatangkan dari Jerman lantas mencapai masa kejayaannya karena produktivitasnya relatif tinggi. Di samping itu, Induk Keramik berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga berkembang pesat.

Keramik yang masih digeletakkan di halaman, menunggu proses pengolahan dari perajinnya (foto Nur Terbit)

Keramik yang masih digeletakkan di halaman, menunggu proses pengolahan dari perajinnya (foto Nur Terbit)

Pembenahan Desain dan Teknologi

Saat ini seiring dengan perkembangan jaman dan pergeseran paradigma, tengah terjadi pembenahan dalam penerapan rekayasa desain, teknologi dan manajemen yang dilakukan secara koordinatif.

Pemerintah juga ikut berperan membantu produk keramik Plered ini. Misalnya,  Kelompok Kerja Klaster Industri Kerajinan Keramik Plered yang berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian bekerja sama dengan UPTD Litbang Keramik Plered sebagai instansi di bawah Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Purwakarta.

Juga didukung secara akademis oleh Tim HI-LINK yang merupakan satgas kemitraan perguruan tinggi bagi masyarakat pengrajin dari FSRD-Institut Teknologi Bandung (ITB).

Saat ini tercatat sekitar 264 unit usaha yang mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai produksi berkisar 8,5 milyar rupiah

Produksinya diekspor ke berbagai negara. Di antaranya  Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada, Saudia Arabia, Amerika Serikat dan Amerika Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan berbagai negara lainnya.

Jadi kalau mencari keramik, mampir saja ke Plered, Purwakarta.  “Keramik memang identik dengan Plered”, kata Kepala Pasar Citeko Plered, Riyan Pramudiya, R, S.Hut, di kantornya saat mampir ke “kampung keramik” ini (nurterbit)

Deretan keramik yang dipajang di sebuah toko di tepi jalan Plered, Purwakarta (foto Nur Terbit)

Deretan keramik yang dipajang di sebuah toko di tepi jalan Plered, Purwakarta (foto Nur Terbit)

 

 

10 Comments

Tinggalkan Balasan ke Ilham Sadli X