Sejak dokter “mem-vonis” dirinya menderita penyakit gagal jantung, Lina akhirnya memutuskan berhenti bekerja. Gejalanya mulai ia rasakan saat melahirkan. Begitu anaknya lahir, balitanya pun ikut menderita gagal jantung.
Lina, mantan karyawati sebuah perusahaan besar, ibu dari seorang balita dan isteri seorang karyawan biasa. Hari-harinya terpaksa hanya bisa ia habiskan di rumah. Lina kini hanya bisa memandang kesibukan pagi tetangganya yang berangkat kerja. Ya, hanya dari balik jendela kamarnya. Begitu setiap pagi dalam beberapa bulan terakhir ini.
Padahal dengan kemampuannya menguasai 5 bahasa, Lina termasuk karyawati andalan di perusahaannya. Setiap saat ia dipercaya mewakili perusahaan ke luar negeri memberi presentasi. Penghasilan sebulan lumayanlah. Tapi itu semua harus ia tinggalkan karena dadanya seringkali mendadak sesak.
Lina tak tahu. Ia kini rajin berobat dan tentu saja, sudah memilih berhenti bekerja. Gejala sesak napas itu ia alami, saat melahirkan anak pertamanya. Kini, gadis cilik yang cantik itu tumbuh sebagaimana balita lainnya. Kegembiraan keluarga pun bertumpu pada kehadiran sosok jelita cilik ini. Tapi itu juga tidak lama, sebab kemudian balita ini belakangan juga mengidap penyakit yang sama dengan ibunya. Sering sesak.
Apakah yang dialami Lina beserta balitanya itu sudah termasuk gejala gagal jantung?
Memang, masih terjadi kesalahpahaman seputar gagal jantung di antara masyarakat Indonesia. Padahal penyebab utama terjadinya gagal jantung karena gaya hidup kurang sehat seperti jarang berolahraga, kebiasaan makan yang kurang tepat dan merokok. Perilaku seperti ini masih menjadi keseharian yang dijalani anggota masyarakat.
“Penyakit gagal jantung tidak dapat disembuhkan, oleh sebab itu sangat penting bagi masyarakat agar lebih paham akan penyakit ini dan mengetahui gejala-gejalanya agar pengidap gagal jantung dapat memiliki kehidupan yang lebih aktif dan panjang,” kata Prof. Dr. Bambang Budi Siswanto dari Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita saat acara prescom bersama Novartis Indonesia di Hotel Borobudur Jakarta, kemarin.
Hadir pula memberikan materi Milan Paleja, President Director Novartis Group Indonesia, Dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan Dr. David Sim, National Heart Center Singapore1.

Dari kiri ke kanan : Prof. Dr. Bambang Budi Siswanto, Dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Dr. David Sim, Milan Paleja, President Director Novartis Group Indonesia (dok Novartis)
Gejalanya Sering Diabaikan
Menurut Prof Bambang Budi, jantung adalah salah satu organ terpenting, namun terkadang orang cenderung mengabaikan gejala yang mengisyaratkan bahwa jantung mereka sedang bermasalah. Gagal jantung adalah kondisi kronis yang serius ketika jantung tidak dapat lagi memompa cukup darah demi memenuhi kebutuhan oksigen tubuh akibat melemahnya otot jantung seiring berjalannya waktu. “Hal Ini bisa mempengaruhi tiap individu berapa pun usianya,” kata Prof Bambang.
Adapun gejala penyakit gagal jantung, antara lain :
- Merasa lelah dengan mudah.
- Kehabisan napas saat menggunakan tangan.
- Jantung terasa berdebar lebih kencang atau berdebar-debar (palpitasi).
- Merasa lemah atau pusing.
Saat penyakit gagal jantung bertambah parah, cairan mulai terbentuk di paru-paru dan di bagian tubuh lainnya. Hal ini dapat menyebabkan:
- Merasa sesak napas meski saat istirahat
- Memiliki pembengkakan (edema), terutama di kaki, bagian pergelangan kaki dan kaki.
- Bertambah berat. Hal ini bisa terjadi hanya dalam satu atau dua hari, atau lebih lambat.
- Batuk atau sesak napas, terutama saat berbaring.
- Perlu buang air kecil lebih banyak di malam hari.
- Perut terasa kembung atau sakit di bagian perut.
Adapun tipe dari penyakit gagal jantung, yakni gagal jantung akut dan yang kronis. Gagal jantung akut terjadi secara tiba-tiba dan mengalami gejala parah pada awalnya. Dapat juga diikut dengan serang jantung. Sedang gagal jantung kronis, muncul perlahan dan secara bertahap memburuk.
Penyakit gagal jantung sendiri, kata Prof. Dr. Bambang Budi Siswanto dari Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita, bisa terjadi pada usia berapa pun. Dibandingkan dengan negara Barat, gagal jantung pada pasien Asia Tenggara terjadi pada usia yang lebih muda dan ditandai dengan kondisi klinis yang lebih parah, dengan faktor risiko vaskular seperti hipertensi, obesitas dan diabetes. Secara konsisten selama satu dekade, pasien gagal jantung di Asia telah terbukti lebih muda dari pasien di Eropa.
“Studi juga menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien gagal jantung lebih buruk dibandingkan kondisi kronis lainnya. Hal ini mengganggu pasien untuk melakukan tugas sederhana dan berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari dengan teman dan keluarga – statistik menunjukkan bahwa 76% pasien berjuang untuk melakukan aktivitas sehari-hari pasca diagnosis dengan gagal jantung,” katanya.
Secara global, meningkatnya beban hidup dari gagal jantung memberikan beban yang sangat berat kepada masyarakat, terutama pada pasien, caregiver dan sistem jaminan kesehatan.
Beban ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit gagal jantung, sebagian besarnya, berasal dari seringnya dan lamanya perawatan di rumah sakit bagi para pasien.
Caregiver juga menanggung beban emosional, fisik, dan finansial yang tinggi ketika mereka merawat anggota keluarganya yang menderita gagal jantungv. Untuk menemukan solusi terhadap penyakit ini, perusahaan farmasi seperti Novartis, secara aktif membuat penemuan yang membawa pengobatan medis ke arah yang baru.
Presiden Direktur Novartis Indonesia, Milan Paleja mengatakan pihaknya selalu siap mendukung pemerintah Indonesia dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk membantu pasien Indonesia yang menderita penyakit kardio-metabolik, seperti diabetes, hipertensi dan gagal jantung, baik melalui JKN maupun pasar komersial.
“Kami berharap dapat membantu meringankan beban sosial maupun ekonomi sebagai akibat penyakit ini. Adalah sebuah kebanggaan bagi kami untuk dapat bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat mencapai lebih banyak pasien di Indonesia,” kata Milan. (Nur Terbit)
Bagus sekali ulasannya 🙂 membuat para pembaca jadi lebih waspada