Wisata

Berwisata Rohani ke ‘Parijs van Java’

Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung
Written by nurterbit

ADA yang baru di daerah Alun-alun Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. Lebih tertib, rapih dan lebih tertata dari pedagang kaki lima. Ini sangat berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya. Di mana semrawut dan acak-acakan. Kontras dengan nama kotanya yang keren … “Parijs van Java”.

Saya masih ingat tahun 1980-an ketika “menumpang” di rumah paman di daerah Perumnas Cijerah, Cimahi. Setiap saat saya “ngadem” di Alun-Alun — yang cuma sejengkal dari halaman Masjid Agung Bandung — jika di sela-sela mengantar paman yang anggota Provost TNI AU ke tempat tugasnya.

Sebagai “penduduk musiman” dan “pengangguran permanen” di Kota Bandung saat itu, waktu terasa panjang dan menyiksa. Siang rasanya begitu lama bertemu malam. Sebaliknya malam terasa 1000 tahun lamanya jika berganti pagi.

Satu-satunya hiburan saya saat itu, jika diajak paman jalan-jalan sambil sesekali nonton “gratis” di bioskop. Maklum, zaman itu masih ada istilah anggota militer “dikaryakan” di tempat hiburan. Dan, memang ada beberapa bioskop ketika itu, yang mengelilingi arah jalan menuju masjid agung ini.

Perubahan yang menyolok terutama di areal halaman Masjid Agung Bandung. Lapangan hijau dengan rumput bak stadion olah raga dengan lapangan sepak bolanya yang tertata. Keren.

Masjid Raya Bandung atau Masjid Agung Bandung selesai dibangun pada tahun 2006.

Secara resmi pembangunan masjid ini memakan waktu yang cukup lama, yaitu dua tahun 99 hari. Peletakan batu pertama dilakukan 25 Februari 2001.

DIRESMIKAN 4 JUNI 2003

Masjid Raya Bandung diresmikan 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat, saat itu, dijabat H.R. Nuriana. Pembagunan masjid ini disertai dengan pembangunan alun-alun kota dan juga taman kota.

Taman ini juga seringkali digunakan untuk menggelar berbagai kegiatan seni budaya serta Salat Ied. Dilengkapi pula tempat parkir mobil yang luas di lantai basement.

Kondisi Masjid Raya Bandung sebelum halamannya dihijaukan seperti lapangan bola (foto dok Nur Terbit)

Kondisi Masjid Raya Bandung sebelum halamannya dihijaukan seperti lapangan bola (foto dok Nur Terbit)

Kini, areal halaman Masjid Agung tersebut sudah berubah total. Lapangan hijau membentang dengan rumput gaya bak stadion olah raga. Anak-anak pun bebas bermain bola, kalangan remaja dan orang tua sibuk bernarsis-ria.

Ketika masuk waktu sholat, pengunjung pun ramai-ramai menuju tempat wudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai muslim yakni mendirikan salat lima waktu.

Masjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung (dok : Nur Terbit)

Di halaman mesjid ini, suasana asri dan sejuk mengusik.

Hamparan hijau membentang dengan rumput bak stadion olah raga — anak-anak bermain bola, remaja bernarsis-ria — tentu sulit ditemukan di era 1980-an atau 30 tahun silam.

PEDAGANG KAKI LIMA

Ketika tempat ibadah umat Islam ini belum dipercantik era 1980-an, halaman mesjid masih dipenuhi pedagang kaki lima atau asongan.

Pemandangan kumuh tidak bisa dielakkan. Bahkan mereka sampai menggelar dagangan hingga di pelataran masjid. Sampah pun berserakan, rumput bebas tumbuh liar tidak terkendali.

Pokoknya, sangat kontras dengan kondisi sebagaimana layaknya sebuah tempat ibadah yang juga adalah “rumah Tuhan”. Jauh pula kesan kalau saat itu disebut sebagai masjid agung. Janggal terasa.

Boleh dikatakan bahwa semboyan dan anjuran agama bahwa “kebersihan itu sebahagian dari pada iman”, agaknya belum meresap di sanubari dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Kalau era 1980-an ketika saya masih jadi “warga musiman” Kota Bandung dengan menumpang di rumah paman di Cimahi, sekarang ini kalau ke “Parijs van Java” sudah tidak repot lagi.

Banyak tempat menginap, seperti hotel berbintang di sekitar Alun-Alun. Begitu juga masalah ticketing untuk memperlancar perjalanan. Sudah ada Traveloka sebagai jawabannya. (Nur Terbit).

14 Comments

Tinggalkan Balasan ke nurterbit X