Membaca judul buku ini “Mati Ketawa Ala Netizen”, tentu ada yang bertanya : apa hubungannya dengan “Mati Ketawa Cara Rusia” ?
“Buku Mati Ketawa Cara Rusia itu berulang-ulang saya baca, dan lucu sekali,” kata sahabat saya, Pak Slamet Basuki, pengelola lembaga kursus bahasa Inggris dan pendidikan anak usia dini.
Harus saya akui kalau buku ini terinspirasi dari sana, maksudnya Mati Ketawa Cara Rusia itu, terutama judulnya. Bedanya, ini kumpulan humor yang — di antaranya — pernah viral di medsos.
Selebihnya adalah gubahan atau modifikasi saya sendiri. Minggu ini, Alhamdulillah sudah dapat ISBN dari Perpustakaan Nasional, dan segera masuk percetakan. Saat tulisan ini dicetak, buku “Mati Ketawa” ini sudah dicetak.
Terkait buku kumpulan humor, juga pernah ditulis oleh almarhum Pak Sofyan Lubis, wartawan senior dan mantan Pemred koran harian “Pos Kota”. Grup media tempat saya pernah bergabung. Bahkan, diterbitkan sampai dua edisi.
Satu di antaranya diberikan kepada saya. Bedanya, buku tersebut “Wartawan Ha..Ha..Ha” tersebut berisi cerita humor, pengalaman konyol, para wartawan dan pejabat yang menjadi narasumber mereka di lapangan. Yang istimewa, ada kisah pengalaman lucu wartawan Istana dengan Pak Harto, penguasa Orde Baru.
“Saya juga ikut menyumbang tulisan humor di buku pak Sofyan Lubis,” kata Bang Syahdanur, senior saya di Harian Terbit, mantan wartawan koran harian “Merdeka“, milik tokoh pers BM. Diah.
Mati Ketawa Ala Nur Terbit
Buku ini, maksud saya tulisan ini, sebenarnya adalah sebagai kata pengantar untuk buku ketiga saya “Mati Ketawa Ala Netizen – Kumpulan Humor Dari Media Sosial” .
Buku sebelumnya diajukan oleh pihak Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) sebagai penerbit, ke Perpustakaan Nasional untuk mendapatkan Internasional Standar Book Number (ISBN). Minggu ini, Alhamdulillah sudah dapat ISBN dan segera masuk percetakan.
Saya mungkin kurang berbakat jadi pelawak, komedian atau komik di stand up comedy. Kecuali, ya “berbakat” mengumpulkan humor kata seperti yang sedang Anda baca ini. Koq beraninya menulis dan menyusun buku humor? Benarkah membaca, menulis buku humor bikin awet muda?
Nama saya Nur Aliem Halvaima, atau nama pena Nur Terbit Lahir di Makassar, Sulsel, 10 Agustus 60 tahun silam. Hampir lebih dari separuh usia saya habiskan di dunia wartawan. Menulis berita dan berbagai artikel.
Saya juga seorang lawyer, advokat, pengacara. Sudah berkeluarga, punya satu istri, dua anak plus mantu dan dua orang cucu.
Iya. Saya memang termasuk manusia yang suka bercanda, santai dengan tidak merasa perlu harus formal dan resmi-resmian. Itu sebabnya saya juga menyukai acara tontonan yang namanya komedi, lawak, maupun stand up comedy. Atau setidaknya suka membaca cerita-cerita humor. Minimal humor kata.
Namun belakangan ini, sudah agak susah bagi saya memenuhi kesukaan saya itu di tengah musim pandemi Corona-19. Nonton lawak atau stand up comedy yang humornya disampaikan secara verbal.
Ketika media cetak masih berjaya, seperti koran, majalah, tabloid, yang namanya humor kata masih banyak bisa ditemui di media tersebut dalam rubrik humor.
Di tengah kekosongan itulah, saya malah sering menemukan cerita humor, setidaknya humor kata maupun dalam versi meme (gambar), yang banyak berseliweran di media sosial terutama di Facebook dan Whats App.
Dari situ, maksud saya media sosial Facebook dan Whats App, saya merasa mendapatkan “isi” dari kekosongan selama ini. Banyak humor kata, baik yang ditulis dan digubah sendiri atau sekedar hanya “diteruskan”. Hingga humor dari keseharian, maupun yang menyerempet-nyerempet ke masalah politik.
Tinggal kita sendiri yang harus pintar menyeleksi, apakah kita “baper”, emosi, saat membacanya atau tidak. Yang pasti, humor kata di media sosial, masih terbatas standar. Atau humor “kodian”, “recehan” dalam istilah populer di dunia para komika, komedian, atau pelawak.
Apa Itu Humor Kodian ?
Humor kodian, seperti diakui komika Pandji Pragiwaksono di buku “Dari Merem Ke Melek – Catatan Seorang Komedian” yang ditulis Ernest Prakasa, Gramedia 2012, yakni humor yang sudah lama beredar di masyarakat dalam berbagai versi, lalu diceritakan ulang.
Karena itu, humor kodian perlu diperdalam lagi dengan pengalaman karier, bakat, literatur, agar tetap “pecah” dan tidak “garing” saat diceritakan di atas panggung komedi.
Itulah sebagian humor kodian yang saya kumpulkan di buku ini, bersumber dari media sosial.
Beberapa di antaranya ada juga yang saya gubah dan poles kembali dengan bahasa saya sendiri. Bahkan ada yang dari pengalaman pribadi, yang tentu saja saya samarkan tokoh dan lokasi kejadiannya hehehe… (namanya juga usaha).
Karena itu saya merasa perlu berterima kasih kepada sahabat karib saya : Amazon Dalimunthe Tba dan Taryono Asa, ada beberapa “humor kodian” keduanya saya poles kembali di buku ini dari status-status humornya di medsos.
Juga terima kasih kepada Bang Aji Najiullah Thaib (Ajinatha) yang sudah mendisain cover buku ini dan buku saya sebelumnya “Wartawan Bangkotan, Jurnalism Investigatif”, serta Datuk Dian Kelana yang me-layout naskah jadi format buku, dan tentu juga Pak Thamrin Dahlan, Ketua Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) yang menerbitkan buku “Mati Ketawa Ala Netizen” ini.
Belajar Stand Up Comedy
Oh ya. Sekali waktu saya juga pernah nekat ikut lomba stand up comedy di acara “Pesta Media” yang digelar di Museum Nasional, depan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, dalam rangka hari ulang tahun Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
Alhamdulillah penampilan dan materi stand up saya gak lucu. Anehnya ketika di tempat lain, acara Sunday Sharing Blogdetik di kantor Detikcom saya ceritakan kekonyolan dan pengalaman tidak lucu saya ini, malah “pecah” oleh tawa. Acara ini dipandu mas Karel Anderson dan Ito Edrida Pulungan
Pernah juga seorang komic (komedian) sedang membawakan materi cerita humor di sebuah acara stand up comedy peringatan ulang tahun Komunitas Blogger Bekasi (Be Blog), di gedung Patriot, Kantor Walikota Bekasi, Jawa Barat. BeBlog dibidani Aris Heru Utomo, Wijaya Kusumah, Mira Sahid, Amril Taufik Gobel dan lain-lain.
Rupanya materi humornya si komika tadi sudah usang, alias bahan-bahan lama yang didaur ulang kembali (kodian). Materi itu sendiri sebenarnya sudah saya tahu.
Itu sebabnya ketika komiknya lupa cerita lengkapnya, saya lalu nyeletuk dari kursi penonton dengan cerita yang lebih lengkap. Eh komiknya kesel,
“Mas aja deh yang perform di panggung, saya turun aja“.
Penonton pun gerrr…. Lah, yang lucu itu saya apa komiknya sih? Hehehe.
Waktu masih remaja di Makassar, entah karena masih muda dan belum punya “urat malu”, saya mengajak dua teman main saya untuk ikut lomba lawak antar grup. Tempat lombanya di Pulau Kayangan, naik perahu dari Pantai Losari yang berjarak antara Ancol ke Pulau Seribu di Jakarta.
Saya sendiri yang bikin konsep materi lawakannya. Belajar dari cara melawak S Bagio dkk atau Kwartet Jaya , Ateng, Iskak, Edy Sud yang ketika itu bisa ditonton di TVRI. Lalu mencoba mengadaptasi situasi keseharian dan materi lawakan kodian.
Alhamdulillah, dengan modal nekat tersebut bisa meraih hadiah harapan dan membawa pulang uang tunai sekedar jajan dan nonton bioskop hehehe…
Jadi jika Anda juga ingin gagal di panggung stand up comedy karena membaca buku ini, ya setidaknya kumpulan humor ini masih bisa diceritakan ulang di tempat “tongkrongan”.
Kalau pun tetap tidak lucu, jangan salahkan buku ini. Bisa jadi waktu Anda menceritakan ulang, kurang diserta mimik wajah yang memelas, atau tidak berdoa sebelum tampil hehe….Itu saja. Terima kasih.
Nur Terbit (Nur Aliem Halvaima)
* Tulisan ini dimuat juga di website Terbitkan Buku Gratis dengan judul : Membaca Dan Menulis Buku Humor Benarkah Bikin Awet Muda?