ARAH KIBLAT TAK MENENTU
Pernahkah Anda sholat dengan arah kiblat yang sering berubah-ubah? Berdiri mengangkat takbir dengan tubuh yang oleng ke kiri, ke kanan, ke depan atau ke belakang? Itulah yang saya alami saat sholat jamaah di mesjid KM Tidar. Berikut pengalaman saya beribadah di atas kapal laut milik PT Pelni, dalam pelayaran selama 2 hari 3 malam dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menuju Pelabuhan Soekarno – Hatta, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
***
Mesjid Nurul Iman — yang berada di atas kapal laut KM Tidar, dek 7 buritan di bawah kantin kapal ini — mulai digunakan pertama kali sejak tahun 1988 dan diresmikan oleh Menteri Perhubungan, Azwar Anas. Peresmian mesjid, dilakukan bersamaan dengan pengoperasian kapal penumpang ini yang dibeli pemerintah RI era Presiden Soeharto dari galangan kapal di Jerman.
Setiap kali menjelang waktu sholat wajib, ada pengumuman dari ABK melalui pengeras suara yang bisa didengar oleh penumpang di atas kapal, di mana pun ia berada. Misalnya seperti ini: “Diberitahukan kepada seluruh penumpang, bahwa sekarang ini saatnya waktu sholat. Bagi yang ingin berjamaah, ada mesjid di bagian buritan kapal. Arah kiblat serong kiri arah haluan kapal”.
Tapi, pengumuman arah kiblat ini, sewaktu-waktu berubah. Bisa saja sholat Dhuhur, arah kiblat masih tetap serong kiri arah haluan, lalu ketika sholat Magrib arah kiblat justeru sebaliknya. Penentuan arah kiblat ini, memang kemudian terkadang akan terdengar sedikit aneh. Misalnya, jika diumumkan bahwa arah kiblat “akan ditentukan kemudian”.
Kenapa belum ditentukan? Itu karena posisi kapal masih berubah-ubah karena menjelang sandar di sebuah pelabuhan. Artinya kapal akan masuk ke pelabuhan, atau sebuah pulau persinggahan kapal, sehingga harus melewati alur pelayaran dan lekuk-lekuk kolam pelabuhan.
“Sebaliknya jika kapal dalam situasi berlayar, misalnya dari Makassar ke Pulau Banda, arahnya tetap lurus sehingga arah kiblat tidak berubah. Kalau pun nanti berubah, hanya miring sedikit. Maka saat itulah arah kiblat akan sesuai arah haluan kapal,” kata Deny Setia Budi, salah seorang ABK KM Tidar yang saya temui di mesjid kapal saat sholat jamaah.
Di luar tugas rutinnya menyandarkan kapal dengan posisi sebagai kelasi kapal, Deny juga bertugas sebagai “marbot” mesjid. (Bersambung)
Tulisan terkait :
bulan-madu-di-kapal-laut-pengalaman-mudik
pengalaman-naik-kapal-pelni-diwawancarai-wartawan-pelabuhan
puasa-di-tengah-laut-berlayar-ke-kota-makassar-2
lebaran-di-atas-kapal-berlayar-ke-kota-makassar-3
Wow… keren pak reportasenya.
Jadi kepengena buat satu kategori tentang reportase di blog.
Terima kasih bung Ma’roef. Saya sendiri sengaja bikin satu kategori REPORTASE di blog karena memang latarbelakang saya adalah wartawan, yang selama ini kerja sehari-hari adalah mereportase (meliput) peristiwa. Tapi boleh juga bung Ma’roef mencobanya…