Tebing Keraton di Bandung, Jawa Barat ini terlihat masih “perawan” dan masih belum dikembangkan secara optimal ini. Bahkan, nyaris tanpa petunjuk jalan meski bukan berarti sulit menemukannya.
Dari Taman Juanda ke arah utara kemudian belok kanan pada persimpangan pertama. Lalu terus menyelusuri jalur utama hingga melewati Warung Bandrek kemudian belok kiri pada pertigaan berikutnya.
Tanjakan dengan jalan yang cukup rusak menuntut keterampilan berkendara yang memadai. Hingga akhirnya sampai di perkampungan dengan satu-satunya petunjuk mengarah ke sebelah kiri. Jalan yang semakin sempit hanya cukup untuk dilewati satu mobil.
Tebing Keraton, salah satu obyek wisata yang termasuk masih baru di bagian utara Bandung. Arus informasi di media sosial cukup menjadikan kawasan ini ramai diperbincangkan akhir-akhir ini.
Bentuknya berupa batu (cadas) yang menonjol, maka sering disebut juga cadas jontor. Letaknya di Kampung Ciharegen Puncak, Desa Wisata Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Selain warga Bandung, nama Tebing Keraton juga menjadi begitu fenomenal di kalangan para traveler luar kota. Hal ini karena lokasi obyek wisata ini menyajikan panorama spektakuler dari ketinggian. Posisinya menghadap langsung hutan pinus Taman Juanda dengan gunung Tangkuban Perahu (Parahu, bahasa Sunda) menjadi latar yang menjadikannya begitu sempurna.
Seorang warga setempat bernama Pak Asep, dianggap sebagai orang yang pertama menemukan secara tidak sengaja tebing mempesona ini. Nama Tebing Keraton, diambil dari bahasa Sunda. Tebing atau Gawir dan Keraton (Karaton). Jadi Tebing Keraton adalah tempat yang dianggap memiliki kemewahan alam, kemegahan dan keindahan.
Pak Asep dulunya adalah seorang tukang ojek di kampung itu. Sekarang dia sibuk mengurus area Tebing Keraton. Beberapa warga juga kecipratan rejeki dengan semakin tenarnya lokasi ini, misalnya membuka warung dan menawarkan jasa ojek motor kepada pengunjung. Mobil memang harus diparkir agak jauh dari lokasi. Motor ojeklah jadi andalan, bahkan ada yang nekat berjalan kaki dengan resiko napas pasti ngos-ngosan.
Tebing Keraton mulai dikenal, ketika suatu hari datang seorang traveller yang memposting fotonya di twitter. Sejak saat itu semakin hari semakin ramai. Bahkan ada sekitar 200 motor dan 30 mobil yang datang menyusul ke lokasi.
Jika datang pada pagi hari atau sore hari, kita akan melihat pemandangan sinar matahari yang menyembul di antara pepohonan. Jika matahari belum kelihatan, langit akan kelihatan terang karena sebenarnya matahari sudah terbit di balik bukit. Pengunjung terutama yang sengaja membawa kamera segera menyiapkan kamera untuk timelapse di angle yang sama dengan tripod-tripod lainnya.
Mereka segera mengambil posisi yang aman, posisi yang tidak akan dilalui oleh orang-orang. Di sana-sini orang-orang sibuk foto panorama dan ber-selfie-ria. Pengunjung datang dan pergi, cukup ramai namun tidak terlalu padat sampai tidak bisa bergerak. Mereka pun dengan sopan antri untuk bergantian foto di spot-spot keren.
Perlu diperhatikan bahwa kondisi tanah di sana berupa tanah kering berpasir yang cukup licin bila dipijak. Oleh karena itu perlu berhati-hati jika ingin berfoto di batu-batu yang posisinya cukup berbahaya di ujung tebing. Tapi sebenernya gak ngeri-ngeri amat koq, banyak juga yang foto-foto di sana.
Yang membuat Tebing Keraton ini ramai didatangi memang karena pemandangannya yang kece, terhampar luas lebih dari 180 derajat. Hutan yang penuh dengan pepohonan hijau menghiasi pemandangan lembah dan gunung- gunung di sekitarnya. Yang bikin tambah keren adalah saat ada kabut. (bersambung)