Artikel ini semula saya tulis, eh ketik, di fasilitas note dari handphone android saya di atas kendaraan dalam perjalanan dari Sengkang (Kabupaten Wajo) menuju Kota Pare-Pare, Provinsi Sulawesi Selatan. Dari semula postingan status di wall Facebook, kemudian saya kembangkan menjadi sebuah tulisan di blog. Inilah hasilnya.
******
Seorang teman seperjalanan kami, meminta sopir agar menepikan mobilnya. Dia mau mampir membeli ikan kering atau ikan asin di sebuah pasar tepi jalan, tak jauh dari Danau Tempe, masih di kota Sengkang.
“Maaf, kita mampir dulu ya beli ikan asin pesanan istri”
“Saya bilang ke istri, koq tumben pesan oleh-oleh ikan kering, biasanya sarung sutera khas Wajo,” cerita kawan kami di atas mobil.
Kami semua tertawa. Maklum, baru sadar bahwa kami juga meninggalkan istri di rumah, dan tentu harapan mereka sama (yang jomblo gak termasuk ya hehe…)
Waktu terima telepon dari istrinya, suami tadi nanya, “koq tumben pesan oleh-oleh ikan kering, biasanya sarung sutera khas Wajo?”
Lalu apa jawab istrinya?
“Ya, maksudnya ikan keringnya dibungkus sarung sutera, hahaha…..”
KOTA SENGKANG
Sengkang merupakan Ibu Kota Kabupaten Wajo. Letaknya kurang lebih 250 km dari Kota Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak dulu Sengkang dikenal sebagai kota niaga. Masyarakatnya sangat piawai dalam berdagang.
Berbagai macam kebutuhan hidup mereka perdagangkan seperti pakaian, sepatu, tas, barang elektronik, kain dan tentu saja, kain sarung dari bahan sutera (bahasa Bugis-Makassar, lipa sabbe).
Sarung Sutera menjadikan Sengkang ini semakin akrab di telinga dan hati orang-orang yang pernah berkunjung. Kelembutan dan kehalusan tenunan sarung sutera Sengkang sudah sedemikian dikenal hingga ke mancanegara.
Pengelolaan persuteraan sudah sejak lama dilakukan secara turun-temurun. Sebagai kegiatan sampingan maupun dikelola dalam skala industri rumah tangga, bahkan sampai industri menegah.
Hampir di setiap kecamatan bisa ditemukan kegiatan persuteraan. Mulai dari pemeliharaan ulat sutera hingga proses pemintalan menjadi benang yang kemudian ditenun menjadi selembar kain sutera.
DANAU TEMPE
Danau Tempe merupakan danau yang terletak di bagian Barat Kabupaten Wajo. Tepatnya di Kecamatan Tempe, Kecamatan Belawa, Kecamatan Tanah Sitolo, Kecamatan Maniangpajo dan Kecamatan Sabbangparu. Letaknya sekitar 7 km dari Kota Sengkang menuju tepi Sungai Walanae.
Danau Tempe yang luasnya sekitar 13.000 hektare ini, memiliki spesies ikan air tawar yang jarang ditemui di tempat lain. Hal ini karena danau tersebut terletak di atas lempengan benua Australia dan Asia.
Danau ini merupakan salah satu danau tektonik di Indonesia. Pasokan air dari Sungai Bila dan anak sungainya Bulu Cenrana. Kedua sungai tersebut juga menyebabkan pendangkalan akibat tingginya erosi di bagian hulu.
Ada yang menarik di danau ini. Setiap tanggal 23 Agustus diadakan festival laut : Maccera Tappareng, atau upacara menyucikan danau. Ditandai dengan pemotongan sapi dipimpin seorang ketua nelayan diikuti berbagai atraksi wisata yang sangat menarik. Semua peserta upacara memakai baju bodo (pakaian adat orang Bugis-Makassar).
Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai atraksi. Seperti lomba perahu tradisional, perahu hias, permainan rakyat (lomba layang-layang tradisional, pemilihan anak dara dan kallolona Tanah Wajo), menabuh lesung (padendang), pergelaran musik tradisional dan tari bissu yang dibawakan oleh waria, dan berbagai pergelaran tradisional lainnya.
Namun sekarang terjadi kepunahan beberapa spesies, hal ini disebabkan relung relung yang berada di danau tempe sudah di isi oleh spesies lain akibat restoling ikan mas yang berlebihan.
KUNJUNGAN PELATIHAN
Berkunjung ke Kabupaten Wajo, Sulsel, Oktober 2016 ini, terutama di Kota Sengkang, ibarat melakukan napas tilas perjalanan jurnalistik ke daerah yang dipimpin Bupati Burhanuddin Unru ini.
Betapa tidak, ini kunjungan saya ke Wajo yang ketiga kalinya selama jadi wartawan. Kunjugan pertama 1970-an semasih Bupati Wajo dijabat oleh Andi Unru, yang tak lain adalah ayah dari Burhanuddin Unru, bupati sekarang.
Kunjungan kedua era Bupati Rustam Effendi, 1980-an. Selama perjalanan tersebut, kesan yang susah terlupakan tentang Wajo adalah 3 hal yakni : Danau Tempe, Ikan Kering dan Sarung Sutera, selain tentu saja keramah-tamahan warganya.
Kunjungan ketiga adalah saat mendapat kesempatan ikut memberi pelatihan media sosial untuk pemanfaatan penanggulangan bareng Kang Arul di Sengkang, Wajo, Sulsel, 4 – 5 Oktober 2016. Pelatihan ini digelar atas kerja sama LPBI NU Kab Wajo, BPBD, Pemerintah Australia.
Itulah kesan saya tentang Sengkang, Wajo. Berikut video pelatihan kami yang digelar atas kerja sama LPBI NU Kab Wajo, BPBD, Pemerintah Australia. Selamat menonton: