Reportase

Mengenal Marbot Mesjid di Kapal Laut (2)

Suasana jelang sholat jamaah di Nurul Iman, masjid di atas kapal laut KM Tidar (foto Nur Terbit)
Suasana jelang sholat jamaah di Nurul Iman, masjid di atas kapal laut KM Tidar (foto Nur Terbit)
Written by nurterbit

MARBOT DIGAJI OLEH ALLAH…

Ada berbagai pekerjaan dalam struktur jabatan di atas kapal laut. Meliputi nakhoda, bagian dek yang terdiri dari mualim 1, mualim 2, mualim 3 yunior. Di bawahnya ada jabatan bintara seperti serang, tandil, juru mudi, dan kelasi atau bagian dek. Status yang disebut terakhir inilah yang disandang Deny Setia Budi.

***

Kaitannya dengan kepengurusan di mesjid Nurul Iman, adalah di luar jam kerjanya sebagai petugas kelasi kapal, dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB sore. Di luar itu, masih ada kerjaan lain yakni menyandarkan kapal.Tergantung jam berapa kapal sandar di satu pelabuhan. Seperti ketika KM Tidar sandar di pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, pukul 01.00 dini hari. Sementara kalu siang hari, Deny mengecat badan kapal.

Deny mengaku sudah mengabdi di PT Pelayaran Nasional (Pelni) selama 20 tahun. Sebelum bekerja sebagai kelasi di KM Tidar, Deny sudah pernah bertugas di kapal barang KM Sinoba, lalu berlanjut di kapal penumpang KM Tatamailau, Rinjani, Tidar, Tilongkabila, Bukit Siguntang dan balik ke KM Tidar lagi.

Anehnya, Deny bukan lulusan sekolah pelayaran, tapi lulusan SMA. Usai diterima jadi pegawai PT Pelni, ia lalu ikut pendidikan khusus pelayaran selama 3 bulan, setingkat tamtama. “Beda kalau saya lulusan sekolah pelayaran, wah saya bisa langsung jadi perwira kapal,” kata Deny. Waktu itu memang ada rekrutmen dari PT Pelni.

Untuk masa cuti, Deny mengaku mendapat kesempatan cuti 14 hari. Artinya dapat cuti satu kali setelah menjalani pelayaran selama 4 kali, atau dua bulan rute pelayaran. Ayah dari 4 orang anak ini, sekarang tinggal bersama keluarganya di Gresik, Surabaya, Jawa Timur. Anak paling besar masih kelas 2 SMA di Magetan, yang kedua di Semarang, yang ketiga dan keempat masih SD dan bergabung dengan ibunya di Gresik.

Sebagai pengurus atau marbot mesjid, Deny juga mengaku bukan berlatar belakang pendidikan agama. Deny bahkan mengaku pernah merasa “jauh” dari agama. Kakak kandungnya malah seorang Nasrani. Istrinya Denylah yang membimbingnya dalam menjalankan ibadah.

Semula ia pernah memilih hanya sholat sendiri di kamar kapal, tapi lama-kelamaan ia tersentuh untuk ikut bergabung sholat jamaah. Saat itulah ia mulai aktif sebagai pengurus di Nurul Iman, mesjid yang berada di posisi dek 7 persis di bawah kantin di buritan kapal.

Adapun rute pelayaran KM Tidar yang dinakhodai oleh Capten M Djauhari ini, menyinggahi 10 pelabuhan dimulai dari Pelabuhan Tanjung Priok (DKI Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Soekarno Hatta (Makassar, Sulawesi Selatan), Bau-bau (Sulawesi Tenggara), Ambon, Banda, Tual, Dobo(Maluku), serta Kaimana dan terakhir pelabuhan Fakfak. Kedua pelabuhan yang disebut terakhir ini berada di wilayah Provinsi Papua.

Selama pelayaran dari Tanjung Priok hingga pelabuhan terakhir di Fakfak ini, ditempuh selama 13 hari. Kapal baru akan kembali lagi ke Tanjung Priok sebagai pelabuhan asal untuk 14 hari kemudian, termasuk bermalam selama satu malam di Tanjung Priok.

Esok harinya, baru akan dimulai pelayaran berikutnya dengan melintasi kembali ke-10 pelabuhan tersebut sesuai rute pelayarannya. Itu pula rutinitas Deny Setia Budi, kelasi kapal yang merangkap marbot mesjid Nurul Iman.

“Mengurus mesjid itu, tidak ada yang gaji, tidak ada bayaran. Tapi gak apa-apa, gaji saya sudah besar koq, yang bayar adalah Allah langsung,” kata Deny, optimis, saat kami berbincang santai di pelataran mesjid kapal, usai sholat jamaah di Subuh yang sejuk oleh terpaan angin dari laut lepas itu. (Selesai)

Leave a Comment