*TERBANG INSYA ALLAH
Sesuai jadual, kami “terbang” dari Bandara Internasional Soekarno – Hatta, Cengkareng, Provinsi Banten pukul 08.00 WIB. Namun pesawat baru bergerak meninggalkan landasan pacu pukul 12.15 WIB. Praktis tertunda lebih kurang empat jam.
Ada penumpang yang tak sabar, lalu berganti pesawat dengan perusahaan penerbangan lain. Ketika tiba di Padang dan mendarat dengan selamat, rekan yang menjemput kami sempat mengolok-olok karena sudah gelisah menunggu.
“Pasti Mas Naik Merpati dari Jakarta”
“Koq tahu?”
“Mas kan sudah telepon minta dijemput lebih pagi karena pesawat pertama. Eh, sekarang malah tiba siang hari…,” katanya. Kami lalu tertawa bersama, tanpa bermaksud menyalahkan pihak mana yang salah.
Insya Allah
Lalu apa hubungannya dengan Merpati dengan keterlambatan penerbangan? Belakangan baru diberitahu. Rupanya, sewaktu Merpati masih bernama MNA (Merpati Nusantara Airline), orang Padang sering memplesetkan MNA jadi “Mungkin Nanti Ada” karena sudah sering terlambat. Bahkan, kalau jumlah penumpang pesawat hanya diisi segelintir kepala, ya bisa tidak terbang sama sekali.
Itu Merpati. Bagaimana dengan Garuda? Tak jauh beda. Ketika masih bernama GIA (Garuda Indonesia Airways) , orang mempelesetkan jadi “Garuda Insya Allah”. Banyak jamaah haji sering harus menginap di bandara, khususnya dalam pemulangan ke tanah air karena Garuda entah ngetem di mana.
Musim haji 1996-1997 nanti, pemerintah sudah melakukan tender pesawat haji. Namun dari 25 pesawat yang ditenderkan, 6 di antaranya tidak memenuhi syarat karena masih keluaran 1978-1979. Pemerintah memang memberikan batasan pesawat keluaran 1980. Tapi kalau terpaksa karena belum ada penggantinya, pesawat keluaran 1978-1979 hanya dijadikan cadangan. Sewaktu-waktu bisa digunakan.
“Sebenarnya hanya selisih tahun. Tapi body dan navigasi-nya masih bagus dan layak terbang,” kata Menhub Haryanto Dhanutirto, saat peluncuran kapal Pelni “Bukit Siguntang” di Tanjung Priok, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu. Pertanyaan tersebut saya ajukan, serangkaian keluhan jamaah yang terekam dalam perjalanan umrah Jakarta – Jeddah, Oktober 1996 lalu.
Cerita pesawat kensel-mengkensel seperti di atas, memang bisa panjang jika diurut satu-persatu. Rabu (23/10) siang itu, misalnya, di papan pengumuman penerbangan terpampang jadwal Garuda 990 (Boeing 747) yang akan membawa kami ke Bandara King Abdul Aziz Jeddah, Saudi Arabia. Rencama take off pukul 13.25 WIB. Saya tersenyum.
Ini baru rencana, yang dengan berbagai sebab dan jarang diumumkan, sering melorot tidak tepat waktu. (Belakangan memang terbukti pemberangkatan kami hari itu, mundur lebih dari setengah jam). (bersambung)
When someone writes an paragraph he/she maintains the idea
of a user in his/her mind that how a user
can understand it. Therefore that’s why this paragraph is outstdanding.
Thanks!