Reportase

Mengintip Pecandu Narkoba Lagi ‘Sakaw’

Persiapan "pesta" Putauw, bahan bakunya ditaruh pada sendok (foto : Tjandra M Amin)

Persiapan “pesta” Putauw, bahan bakunya ditaruh pada sendok (repro Nur Terbit dari foto : Tjandra M Amin/Pantau)

Apa ciri dari seorang pengguna narkoba? Pertanyaan ini memang sebenarnya ringan, tapi tentu sulit bagi mereka yang bukan pengguna untuk menjawabnya. Lah, bukan pemakai, iya kan? Maka sudah bisa dibayangkan betapa susahnya mengintip para pecandu berpesta narkoba, apalagi mau ikut bergabung dengan komunitas mereka.Tapi itulah yang berhasil dilakukan oleh Tjandra Mohammad Amien, saat bekerja sebagai fotografer tabloid Bola.

Berbekal seperangkat kamera yang dibelinya dari seorang pecandu narkoba, Tjandra menyapu wajah-wajah lesu dan kuyu di satu komunitas di bilangan Kramat, Jakarta Timur.Sejumlah hasil foto “jepretan”-nya, kemudian berhasil merekam dengan kamera saat mengintip berbagai gaya pecandu narkoba yang lagi sakaw — istilah bagi pecandu yang lagi mabuk narkoba.

Dari sini pula Tjandra bisa melihat dengan jelas bagaimana tangan-tangan mereka meregang karena tertusuk jarum suntik. Sang fotografer ini pun mulai mengenal apa fungsi dari bong, yakni tabung penghisap yang mengeluarkan asap. Atau apa itu “pedauw”, istilah bagi mereka yang mabuk putauw dan barang haram lainnya.

Kalangan pecandu narkoba memang merasa takut bersentuhan dengan orang lain, apalagi dengan aparat hukum. Karena itu, tidak gampang untuk bisa berbaur dengan mereka. Seperti kata Thamrin Dahlan, pensiunan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang kini aktif sebagai blogger (penulis di blog), pencandu narkoba pada dasarnya merasa dirinya telah membuat kesalahan.

“Mereka menganggap dirinya telah melanggar hukum sehingga menjadi takut ketika bersentuhan dengan petugas apalagi dengan aparat hukum. Kondisi psikologis seperti inilah yang menyebabkan Badan Narkotika Nasional dan para pihak yang peduli kepada masa depan generasi muda harus memutar otak bagaimana caranya agar para pecandu tersebut bersedia di rehabilitasi,” kata Thamrin Dahlan.

Almunium foil berisi shabu-shabu, dibakar dengan korek api dan dihisap lewat bong, yakni peralatan khusus (foto : Tjandra M Amin)

Almunium foil berisi shabu-shabu, dibakar dengan korek api dan dihisap lewat bong, yakni peralatan khusus (repro dari foto : Tjandra M Amin)

4 Juta Pengguna

Berdasarkan data mutahir BNN, terdapat 4 juta penduduk Indonesia yang mengunakan bahan adiksi terlarang tersebut. Distribusi pemakai narkoba merata dalam arti seluruh propinsi menyumbangkan korban dengan skala berbeda.

Prevalensi 4 juta memang tidak terlalu tinggi apabila di bandingkan dengan populasi penduduk Indonesia 250 juta, namun prevalensi itu jangan dilihat hanya sebagai statistik, namun justru dampak buruk narkotika itu yang mencemaskan kita semua.

Mulai tahun 2014 dicanangkan sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba. Pengguna narkoba lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara. Itulah bentuk komitmen BNN untuk menyelamatkan pengguna narkoba. Makna dari penyelamatan pengguna narkoba ini, menurut Kepala BNN, Anang Iskandar, bukan hanya sekedar jargon semata, namun hal ini adalah bentuk komitmen bersama.

“Kita semua berkomitmen untuk menyelamatkan pengguna narkoba yang saat ini masih bersembunyi. Kita harus mendorong dan meyakinkan mereka, keluarganya untuk melaporkan diri secara sukarela kepada institusi penerima wajib lapor (IPWL), sebagai salah satunya Balai Besar Rehabilitasi BNN agar memperoleh perawatan atau rehabilitasi sehingga dapat menyongsong masa depan yang lebih baik dan tidak kambuh kembali,” kata Anang Iskandar.

“Memang, banyak alasan kenapa pengguna narkoba tidak mau melapor,” tambah Anang Iskandar. Pertama, yang bersangkutan lebih memilih bersembunyi dan tidak mau melapor. Kedua, karena takut ditangkap lalu dimasukkan ke penjara. Nah, kita di BNN mencoba mendorong mereka agar melapor untuk direhabilitasi dari pada dipenjara,” kata Anang Iskandar.

Definisi wajib lapor itu sendiri ialah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, atau orang tua, wali dari si pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada Institusi Penerima wajib Lapor (IPWL) untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Mengecek jarum suntik (repro Nur Terbit dari foto Tjandra M Amin)

Mengecek jarum suntik (repro Nur Terbit dari foto Tjandra M Amin/Pantau)

Menurut Anang Iskandar, untuk melapor ke IPWL ini, sudah diatur bagaimana pengguna, pemakai dan penyalahgunaan narkoba. Namun diakui, sampai sekarang aturan ini belum dijalankan dengan baik di lapangan. “Makanya, kita galakkan program lapor ini, kita jamin kalau lapor tidak akan dituntut pidana,” tegas Anang Iskandar.

Putau disuntikkan ke urat nadi. Jarum suntik masih menancap saat pengambilan gambar (foto : Tjandra M Amin)

Putau disuntikkan ke urat nadi. Jarum suntik masih menancap saat pengambilan gambar (repro Nur Terbit dari foto : Tjandra M Amin/Pantau)

2 Bulan Berbaur

Bagi fotografer seperti Tjandra sendiri, ketertarikannya berbaur dengan pecandu narkoba dan merekam kehidupan mereka yang lagi sakaw melalui kamera, bukan karena sekedar iseng atau mau eksperimen dengan ilmu fotografi yang dipelajarinya. Tetapi ada hasrat dan tujuan serta target besar yang ingin diraihnya.

“Saya percaya pada efektivitqas bahasa visual. Dengan bekal kamera, saya berharap bisa membawa perubahan dengan foto-foto. Paling tidak untuk mengenang lima orang teman saya yang terjungkal tewas oleh opiat dan amfetamin itu,” kata Tjandra seperti yang digambarkan melalui cerita rekannya, Arief Sunarya.

Dua bulan dihabiskan Tjandra untuk melakukan pendekatan dengan komunitas pecandu narkoba ini. Dari satu kamar ke kamar lain, atau dari satu pojok ke pojok lain. Tak lain untuk mengambil gambar-gambar saat para penikmat barang terlarang tersebut lagi “terbang” ke angkasa bersama mimpi-mimpi mereka akibat pengaruh narkoba.

Berbagai foto tentang serba-serbi gaya pecandu yang lagi sakaw itu, kemudian tampil menghebohkan saat dimuat di PANTAU, sebuah majalah bulanan yang khusus mengkaji soal media dan jurnalisme yang diterbit Komunitas Utan Kayu.

Rekan Tjandra yang jago menulis, Arief Sunarya, kemudian menuturkan pengalaman Tjandra sebagai fotografer selama dua bulan “mengintip” para pecandu narkoba tersebut sedang sakaw. Jadilah sebuah reportase yang luar biasa karena dilengkapi dengan foto-foto. Di kalangan penikmat fotografi, selembar foto itu memang sesuatu banget.  Artinya, satu lembar foto saja sebenarnya sudah bisa bercerita melebihi dari seribu kata-kata.

#IndonesiaBergegas  

 

 

 

 

 

 

Leave a Comment