DI LOKASI kegiatan “Perkemahan Besar Penggalang” yang digelar Kwartir Cabang (Kwarcab) Gerakan Pramuka Kabupaten Kepulauan Seribu ini, saya bertemu dengan Pak Rohmat, guru SMPN 285 Pulau Untung Jawa.
Pria murah senyum ini membawa rombongan anggota Pramuka putra 16 orang yang tergabung dalam 2 regu. Hampir semua jenis lomba diikuti kontingennya. Ada juga Pak Syamsul, guru SDN 01 Pulau Kelapa bersama murid-muridnya.
Keduanya mengaku, melalui kegiatan Pramuka dan perkemahan ini, anak-anak menjalani pendidikan karakter, yang sekarang justeru baru “disosialisasikan” di Kurikulum Baru tahun 2013. “Melalui kegiatan Pramuka, anak diberi kesempatan mengeksplor kemampuannya,” kata Syamsul.
Pengakuan Syamsul, dibenarkan olah Kak Hasanuddin, guru dan pembina Pramuka dari Pulau Sebira. Untuk menuju lokasi perkemahan di Pulau Tidung, ia memerlukan waktu pelayaran selama 6-7 jam untuk sampai ke Pulau Tidung bersama 3 regu murid SMP putra/putri dan SD putra 24 orang, ditambah pendamping 3 orang.
Menurutnya, pertama kali ikut perkemahan, diakui sangat sulit. Hal ini karena repotnya memperoleh kendaraan untuk digunakan ke lokasi di tengah kondisi wilayah yang terdiri atas pulau itu. “Tapi Insya Allah, kami siap datang untuk setiap kegiatan Pramuka di pulau manapun di Kepulauan Seribu,” katanya.
Mengenai kegiatan Pramuka, menurut “Kak Lukman”, Pulau Seribu dulunya masih Pramuka ranting (Kwaran) Kecamatan Pulau Seribu, Kotamdya Jakarta Utara.
Tahun 2000 setelah Pulau Seribu dimekarkan jadi kabupaten Kepulauan Seribu dan terpisah dari wilayah Jakarta Utara, status ranting meningkat pula menjadi kwartir cabang (kwarcab) dengan 20 Gugus Depan (Gudep), seiring bertambahnya dua kecamatan (Pulau Seribu Utara dan Pulau Seribu Selatan) dengan 6 kelurahan.
Menurut Lukman Hakim, kondisi wilayah yang berada di tengah laut, membuat kegiatan Pramuka di Pulau Seribu dengan 11 pulau yang berpenghuni, menjadi berbeda dengan wilayah lain yang berada di darat.
“Kalau kegiatan Pramuka di darat cukup menggunakan komunikasi telepon, seluruh pembina sudah bisa berkumpul. Tapi kami di pulau harus dijadwal lebih dahulu, minimal undangan atau pemberitahuan disebar dua hari sebelum acara,” kata Lukman Hakim, Ketua Kwarcab Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu.
Begitu pun kalau acara rapat, di darat bisa satu jam beres, tapi di laut tidak bisa. Minimal harus mempersiapkan waktu menginap untuk 1 hari mengingat transportasi harus menggunakan kapal. Ibaratnya, perlu keberanian “menerobos ombak demi Pramuka”.
Selain dari segi waktu, kegiatan di pulau juga membutuhkan biaya lebih besar. Dari anggaran APBD, kegiatan Pramuka hanya disiapkan Rp 70 juta setiap tahun.
Itu sebabnya jika menggelar kegiatan, terpaksa dibantu secara swadaya oleh mitra di lingkungan SKPD yang ada. Seperti pada acara perkemahan penggalang ini didukung dari unit Dinas Kesehatan, Suku Dinas Pendidikan, UPT Bahtera Jaya dari Dinas Olah Raga.
Untungnya Bupatinya sangat merespon untuk kegiatan pramuka di wilayahnya. Sewaktu audensi bupati sangat mendukung. “Mumpung masih sakti tangan saya sebagai bupati, nanti saya akan bantu”.
Maka hari itu juga bupati mengukur pakaian seragam pramuka. Menurutnya, ia ingin melihat kabupaten Kepulauan Seribu ini setara dengan wilayah lain di Provinsi DKI Jakarta.
Uniknya, seluruh pengurus kwarcab Pramuka adalah “orang pulau” dengan latar belakang profesi yang mayoritas dari kalangan guru dan pendidik. “Saya saja yang dari unsur birokrasi atau pegawai pemerintah, lainnya adalah guru,” kata Lukman Hakim. Ketua Kwarcab Pramuka Kepulauan Seribu ini sehari-harinya adalah pegawai staf di kantor Kecamatan Pulau Seribu Utara. Dari segi usia, “Kak Lukman” adalah ketua kwarcab termuda di DKI Jakarta.
Aktif sebagai anggota pramuka sejak SD-SMP. Ketika duduk di bangku SMA kemudian lulus tahun 1992, dipilih sebagai ketua dewan kerja ranting Pulau Seribu Kotamadya Jakarta Utara. Ketika Pulau Seribu jadi kabupaten dan status ranting meningkat jadi kwarcab, Lukman ditarik jadi Andalan Cabang di Kabupaten Kepulauan Seribu.
Lukman mengaku rezeki itu di tangan Tuhan, sudah diatur sedemikian rupa. Buktinya dia diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS) tahun 1998 karena aktivitasnya di pramuka. Itu terjadi tahun 1997 saat berlangsung kegiatan Raimuna Nasional di Pulau Pramuka, dia ditawari untuk jadi PNS.
“Saya sebelumnya kerja serabutan sebagai nelayan,” katanya. Untuk meningkatkan wawasan kepramukaannya, Lukman terus mengasah ilmu dan ketrampilannya dengan mengikuti kegiatan seperti Karang Pamitran khusus bagi pembina pramuka.
Lukman juga mengikuti kursus mahir dasar (KMD), kursus mahir lanjutan (KML) orientasi Mabi, dan sejumlah pelatihan ketrampilan bagi pembina. “Di Pulau Seribu belum ada 50 persen, atau baru sekitar 30 persen yang temasuk pembina mahir,” katanya.
Lukman berharap perlu tahapan pembinaan lanjutan lagi, misalnya kursus pelatih dasar (KPD) maupun kursus pelatih lanjutan (KPL). Selin itu ke depannya perlu ada semacam sertifikasi bagi kalangan pembina pramuka. (nur/bersambung)