MASIH ingat dengan Raffi Ahmad? Presenter terkenal di salah satu stasiun televisi swasta ini, pernah membuat heboh dan menyita perhatian masyarakat. Itu karena mantan pacar Yuni Shara ini lagi berurusan dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan menjadi konsumsi berita mass media cetak maupun elektronika. Terutama di infotainmen, Raffi Ahmad menjadi tontonan menarik selama berhari-hari.
Untuk sekedar mengingatkan kita tentang kasus tersebut, saya kutip kembali berita Merdeka.com dan Kapanlagi.com. Kedua portal berita online ini mengungkap kronologi kejadian dengan melansir sebuah broadcast BBM yang beredar di kalangan artis, wartawan dan pelaku dunia hiburan lainnya ketika itu.
Begini beritanya. Pukul 03.00 dini hari yang apes itu, Raffi Ahmad bersama supir dan managernya pulang syuting. Sampai di rumah pukul 03.30-an. Bersamaan dengan itu datang temannya Raffi 3 orang katanya mau numpang tidur di situ. “Raffi enggak enak nolaknya, ya udah dia suruh masuk dan pada tidur di sofa bawah,” tulis BBM tersebut.
Sesuai dengan apa yang dituliskan di BBM tersebut, Raffi terkena imbas dari temannya yang menumpang untuk bermalam itu. Teman-teman Raffi itu rupanya sudah jadi incaran polisi. Sepuluh menit kemudian, datang Wanda Hamidah, artis dan anggota legislatif di DPRD DKI Jakarta dari Partai Amanah Nasional (PAN), membawa formulir Caleg buat ngajak Raffi masuk ke partai dia. Diungkapkan pula kalau ada tamu, lain yakni artis Zaskia Sungkar dan suaminya Irwansyah yang datang mau minta tanda tangan kontrak.
“Sementara Wanda menunggu di ruang bawah, Raffi lagi mandi di kamar atas, tiba-tiba Polisi masuk menggrebek rumahnya,” demikian BBM tersebut. Selanjutnya, Raffi Ahmad kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan sempat menginap di gedung BNN. Uniknya, barang bukti yang disita polisi dari rumah Raffi sebagai TKP (Tempat Kejadian Perkara) tersebut, belakangan diketahui adalah narkoba jenis baru: zat methylon.
Menanggapi kasus Raffi Ahmad, Kepala BNN Komjen Polisi Anang Iskandar mengatakan, saat ini kasus Raffi Ahmad masih tetap ditangani BNN. “Sekarang penanganannya lagi jalan. Kalau pihak kejaksaan mau mengambil-alih perkaranya, ya tinggal P.21 (istilah bagi tim penyidik jika berkas perkaranya sudah lengkap, pen). Jadi tidak ada kesulitan, tapi memang perlu waktu,” kata Anang Iskandar, mencoba menepis tudingan kalau kasus Raffi Ahmad seolah-olah sengaja ditenggelamkan.
Soal narkoba jenis baru dari kasus Raffi Ahmad ini, menurut Kepala BNN Komjen Polisi Anang Iskandar, diakui memang sudah ada Keputusan Menteri Kesehatan yang menetapkan kalau ada 40 lagi jenis baru narkoba. Artinya, akan makin banyak lagi jenis narkoba (di antaranya zat methylon) yang bisa mengelabui masyarakat. Jadi hati-hati saja dan tetap waspada.
“Keempat puluh jenis baru narkoba ini, celakanya sudah masuk pula ke Indonesia. Alhamdulillah, kita sudah punya alat deteksinya, kita sudah punya laboratorium khusus untuk itu,” kata Anang Iskandar, saat diwawancarai wartawan termasuk saya, usai acara “Pargelaran Seni Budaya” Soal Narkoba di gedung Smesco UKM, Jl Gatot Subroto, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Anang Iskandar, mereka yang ketahuan menggunakan atau mengedarkan salah satu dari ke-40 jenis narkoba baru tersebut, sudah bisa ditangkap dan diteruskan dengan proses hukum ke pengadilan. Namun karena BNN tengah gencar melakukan aksi dan kampanye pencegahan, para penggunanya nantinya diarahkan untuk direhabilitasi. Kecuali mereka yang tersangka sebagai pengedar, tentu tetap diberi sanksi yang berat berupa hukuman penjara.
“Indonesia harus bebas narkoba. Maka tahun 2014 ini, ditetapkan sebagai tahun penyelamatan narkoba. Artinya, korban pengguna narkoba akan direhabilitasi. Pengguna harus diselamatkan, bukan dipenjarakan,” tambah Anang Iskandar.
*****
Bagaimana dengan Raffi Ahmad sendiri? Seperti diberitakan Merdeka.com, teman dekat sekaligus partner dari Luna Maya, Olga Syahputra, Jessica Iskandar ini menyatakan berterima kasih atas masalah kasus penyalahgunaan zat methylon yang menimpanya. Dengan begitu dirinya jadi dapat pelajaran baru menjadi orang yang lebih dewasa.
“Musibah kemarin jadi pelajaran. Saya berterima kasih kok sama masalah. Justru dengan mendapat masalah itu saya jadi banyak belajar. Belajar untuk lebih dewasa. Jadi manusia yang lebih baik,” papar Raffi.
Memetik pelajaran dari pengalaman tersebut, dia mengaku menjadi lebih dekat kepada Tuhan, keluarga dan teman-temannya. “Banyak hikmahnya. Saya jadi lebih dekat dengan keluarga, dekat dengan teman. Proses pendewasaan lebih baik,” imbuh Raffi, sambil berterimakasih masih diberi kesempatan kembali berkarya. Ke depannya dia berharap menjadi pribadi yang lebih baik.
Banyak hikmah dan pelajaran dari kasus narkoba Raffi Ahmad ini. Novelis yang juga anggota DPR RI, dr. Nova Riyanti Yusuf, lalu meluncurkan Mobile Mental Health Service (MMHS). Pengadaan MMHS ini bekerjasama dengan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Kesehatan jiwa bagi Nova, tidak melulu berbicara soal kelainan jiwa. Namun, korban narkoba, korban KDRT, dan pelaku tawuran bagian dari persoalan kejiwaan. “Ya kita berkaca pada kasus Raffi Ahmad, dia nggak tahu ternyata sudah menggunakan zat baru narkotika. Tentu proses hukum dan penyembuhannya butuh pendampingan. Salah satu tujuannya adalah untuk menekankan pentingnya RUU Kesehatan Jiwa yang sampai saat ini masih dibahas di Komisi IX DPR,” kata Noriyu kepada Kapanlagi.com.
Nova yang merupakan Wakil Ketua Komisi IX DPR, mengatakan, pelayanan MMHS ini merupakan rawat jalan tingkat pertama bagi masyarakat. Dokter muda spesialis kesehatan jiwa ini menerangkan, pelaksanaan program ini berawal dari kebiasaan masyarakat yang tabu untuk berbicara soal kesehatan jiwa di rumah sakit jiwa. Dengan program mobile ini, diharapkan masyarakat terbuka untuk berbicara dan mendapatkan penjelasan kesehatan jiwa secara lebih luas.
Berdasarkan Riskesdas 2007, angka rata-rata nasional gangguan mental emosional (cemas dan depresi) pada penduduk usia di bawah 15 tahun adalah 11,6 persen atau sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,46 persen atau sekitar 1 juta penduduk. “Sedikit sekali dari jumlah penderita yang besar ini datang ke fasilitas pengobatan, hanya 10 persen orang dengan masalah kesehatan jiwa (ODMK) terlayani di fasilitas kesehatan,” ungkap Noriyu (*).