Menghadapi orang mabuk, memang serba salah. Saya yang ditabrak orang mabuk, anak muda pengendara motor trail, eh malah dia ngotot minta ganti rugi.
Ceritanya, Rabu (08/01/2020) sekitar pukul 10.00 WIB usai mengisi bensin di pom bensin Jl. Chairil Anwar, Kalimalang, mobil yang saya kendarai bermaksud mau putar balik ke arah gedung DPRD Kota Bekasi.
Saya baru saja mengantar istri ke sekolah tempatnya mengajar, daerah Grand Wisata, Mustikajaya, Kota Bekasi. Saya datang dari arah perempatan Kalimalang – Pintu Tol Bekasi Timur.
Ditempat putaran depan pom bensin, posisi mobil dalam keadaan berhenti. Menunggu situasi aman kendaraan dari arah berlawanan.
Bruuaakk….
Tiba-tiba sebuah motor trail menghajar pintu mobil dari samping kanan. Pengendaranya, pemuda berjaket kulit warna hitam tanpa helm, bercelana pendek, pakai sandal karet, terjatuh bersama motornya.
Kaca spion dan bemper depan mobil saya, juga berhamburan di jalan. Si penunggang trail, saya lihat dari jendela pintu sopir, berusaha berdiri tapi tak berhasil.
Situasi mendadak macet. Massa tiba-tiba sudah berkerumun mengitari mobil. Mereka mungkin mengira, sayalah yang menabrak pemotor trail itu.
Tiba-tiba si pengendara trail yang tadi saya lihat masih tergeletak di aspal bersama motornya, sudah berdiri samping pintu bagian kanan mobil saya.
Dengan kasar, pemuda bermotor trail itu memaksa saya turun, mencoba merampas kunci kontak mobil. Berjalan sempoyongan.
Dia kelihatan seperti orang mabuk. Entah minum di mana dia. Tapi gak ada bau alkohol dari mulutnya. Hanya matanya terlihat seperti orang yang masih ngantuk.
Kalau saja saya juga ikut emosi, habis cerita. Cukup saya dorong badannya yang ceking. Selesai. Saya yakin, kalau gak KO, ya dia minimal TKO-lah. Tokh masih lebih gemuk saya dari pada dia.
Bedanya dia lebih tinggi. Dia mabuk, saya masih sadar. Kalau saya layani, apa bedanya lagi dia dengan saya. Ya, saya ikut mabuk dong … Hehehehe
“Mari kuncinya, jangan kau pergi, bantu ngangkat motor saya,” kata pemuda itu, sangat dekat di muka saya sambil mencoba merampas kunci kontak.
Tarik-tarikan pun terjadi. Saya berhasil menepis tangannya. Kunci kontak saya cabut dan masukkan ke kantong celana. Posisi saya masih duduk di belakang stir.
“Ganti rugi motor saya yang rusak, dan kembalikan seperti semula. Lutut dan telapak tangan saya juga luka, minta biaya berobat,” nadanya mengancam.
“OK, sebentar, kita ke polisi aja deh. Mobil saya juga rusak. Di kantor polisi aja kita selesaikan,” balas saya, mulai mencium aroma pemerasan. Petugas polisi tak terlihat.
Si Motor trail terlihat ragu dengan ajakan saya ke polisi. Dia masih tetap ngotot minta ganti rugi. Massa makin banyak. Macet makin panjang.
Seseorang di antara kerumunan massa, menyarankan agar kendaraan masuk ke parkiran di ruko Kalimas, Kalimalang, persis di depan kantor cabang Bank BNI dan BTN.
Beberapa sekuriti dari dua bank di atas, memperhatikan dari jauh. Kami berdua masih terus “berantem”. Dia menjulurkan tangan kanannya, kembali meminta uang ganti-rugi.
“Ayo..mana uangnya?” Desak si penunggang trail itu. Ngotot setelah menabrak pintu mobil saya.
Saya lalu menawarkan “ganti rugi” Rp140.000, sisa uang kembalian dari pom bensin. Satu lembar pecahan uang 100 ribu, dua lembar uang kertas pecahan 20 ribu. Dia menolak, tapi saya tetap memasukkan ke dalam kantong jaketnya.
Dia memberontak. Akhirnya saya tarik kembali.
Mau gak segitu? Kata saya. “Gak mau, masih kurang. Tambahin“.
Dasar orang mabuk, sekarang saya kasih dia 120 ribu (20 ribu-nya lagi sisanya, saya simpan), eh dia terima juga hahaha…”.
***
Saya pilih damai di tempat, biar cepat selesai urusan. Pertimbangannya, jika melalui prosedur hukum, akan memakan biaya, menyita waktu dan bikin stress. Saya pilih non litigasi aja. Penyelesaian di luar pengadilan hehe…
Kapok. Sebab saya sudah pernah mengalami insiden kecelakaan sebelumnya. Mobil city car yang saya kendarai, dihajar truk pengangkut minuman ringan kemasan botol, dari sebelah kiri. Lokasi kejadian di putaran depan Lapas Cipinang, Jakarta Timur.
Gagal mediasi di pihak kepolisian, saya negosiasi langsung ke perusahaan penabrak. Maklum, mobil gak diasuransikan. Meski cukup alot, tapi tetap dapat ganti rugi separuh dari biaya bengkel.
Belakangan saya tahu, uang dari perusahan tadi adalah gaji sopir yang dipotong perusahaan setiap bulan. Tragis dan ironis. Tapi mau apa lagi, masak saya yang tanggung sendiri biaya bengkel?
***
Kembali ke cerita si pengendara motor trail yang menabrak saya.
Lama-lama terlihat dia mulai mau menerima tawaran damai saya. Lalu saya rangkul dia. Sambil mencoba mau foto selfie, biar ada foto kenangan dengannya. Eh dia menolak.
Dari atas motornya, dia mengancam mau banting handphone saya. Dan, benar juga, handphone saya tiba-tiba sudah “terkapar” di aspal.
Braakk…
Saya masih mencoba menahan sabar. Saya pungut kembali hendpone itu. Masih normal. Tapi kepala saya terasa sudah berasap.
Eh, kamu maunya apa sih?
Tiba-tiba sekuriti dari salah satu bank keluar melarai. Dia rupanya diam-diam melihat adegan “pemerasan” ini dari kejauhan. Keributan pun beralih ke pengendara motor trail versus sekuriti. Wah koq jadi begini?
Sekuriti lalu diamankan teman sekuritinya. Sementara si pengendara trail diamankan warga. Mereka coba dipisahkan.
Akhirnya, situasi kacau bisa ditenangkan. Si pengendara trail pamit dan siap tancap gas. Di kantong jaketnya sudah ada uang Rp120.000 dari saya. Uang damai.
Ia masih sempat menoleh ke arah saya. Diam-diam saya arahkan kamera handphone ke arahnya.
Ceklek ! Ceklek ! Saya mengabadikan diam2 insiden — yang berakhir dengan “perpisahan” konyol ini.
“Hapus fotonya…hapus”. Dia teriak.
Saya pun mengangkat jari jempol kepadanya. OK..OK…lalu dalam sekejap, dia sudah menerobos kepadatan arus kendaraan di Jl. Chairil Anwar pagi itu.
Tinggallah saya sekarang memikirkan, bagaimana urusan nanti dengan bengkel? Mudah-mudahan bisa dicover asuransi. Itulah cerita saya hari ini.
Bekasi, Rabu 08012020
Berita Terkait : ADA ‘KOBOI JALANAN’ DI RUBRIK LENSA ‘MAJALAH TELESCOPE’