Kuliner

Berburu Kuliner di Kota Makassar

Coto Makassar dan ikan bakar, tidak pernah hilang di meja makan masyarakat Bugis-Makassar (foto Nur Terbit)
(foto Nur Terbit)
Written by nurterbit

Kota Makassar (dahulu bernama Kota Ujung Padang), adalah ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Kota ini, termasuk lumayan banyak dari jenis dan lokasi jajanan kaki limanya.

Kota terbesar dan cukup ramai di Indonesia bagian Timur ini, populer dengan sebutan “Kota Daeng” atau “Kota Angingmammiri”.

Selain dikenal memiliki obyek wisata sejarah dan pantai, juga memiliki jajanan kaki lima yang sudah cukup dikenal.

Dari sekian banyak jenis kuliner “Kota Daeng” itu, antara lain Coto Makassar, Pallu Konro, Sop Saudara, Pallubasa, Kapurung dan Jalangkote. Yang disebut terakhir bukan makanan tapi jenis kue kering. Di Jakarta Jalangkote lebih dikenal dengan sebutan Pastel.

Ini video mengenai berbagai kuliner khas Makassar :

Bagi yang sudah sering makan atau jajan di kaki lima — terutama yang sudah pernah ke Makassar, pasti pernah mencoba atau minimal pernah mendengar kelima nama jajanan kaki lima di atas. Yuk kita bedah satu persatu.

COTO MAKASSAR

COTO MAKASSAR, paling asyik tuh berburu di kota asalnya Makassar (foto : Nur Terbit)

 

 

 

 

 

COTO MAKASSAR

Jajananfavorit ini terdapat di hampir di pusat kota hingga ke seluruh pojok Makassar seperti di Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl Pettarani, Jl. Nusantara, Jl Bawakaraeng. Namanya coto, ingat ya, bukan SOTO tapi COTO.

Bahannya dari daging dan jeroan sapi, hati, limpah, usus. Tergantung selera, tapi bisa juga minta “campur” dari semua jenis. Harga semangkok Rp 10-15 ribu. Disantap bersama ketupat, buras atau nasi putih. Warung jajanan kaki lima gaya “Daeng” ini, buka dari pagi hingga malam hari.

Konro Bakar, jenis lain dari SOP Konro tanpa kuah. Di Jakarta dikenal dengan nama Sop Iga (foto : Nur Terbit)

Konro Bakar, jenis lain dari SOP Konro tanpa kuah. Di Jakarta dikenal dengan nama Sop Iga (foto : Nur Terbit)

PALLU KONRO

Jajanan favorit berikutnya adalah Pallu Konro atau Sop Konro. Ada dua jenis: Konro Biasa dan Konro Bakar. Rasa dan bentuknya mirip Sop Iga Sapi di Jakarta, tapi yang ini luar biasa deh kental bumbu dan kuahnya. Bahannya juga dari daging sapi, cuma bedanya lebih dominan daging yang masih menempel di tulang.

Itu sebabnya Konro tidak memakai mangkuk, melainkan piring besar untuk menampung tulang iga yang berbaris di atas piring. Harga sepiring Rp. 20-25 ribu/piring. Pasangannya nasi putih. Sop Konro favorit saya di Kota Makassar adalah di Jl. Bulusaraung (eks Konro Karebosi), Jl Perintis Kemerdekaan, Jl Pettarani, Jl. Nusantara, Jl Bawakaraeng.

KAPURUNG

Kapurung terbuat dari bahan utama sagu aren ditambah dengan sayur-sayuran. Seperti bayam, kangkung, kacang panjang, jantung pisang dan divariasikan dengan ikan yang sudah dihaluskan dan sudah dibuang tulangnya. Sebaiknya ikan tuna, tongkol atau cakalang.

Adapun cara membuatnya, adalah sagu aren yang sudah bersih lalu dicampur dengan air. Selanjutnya diaduk di atas wajan. Setelah mengental dan membeku, api kompor dimatikan lalu sagu tadi dibentuk bulat-bulat menggunakan sumpit menyerupai ongol-ongol.

Adapun semua campuran sayur, direbus dan berikan garam dan mecin. Setelah sayurnya matang, lalu bahan inti Kapurung seperti ongol-ongol tadi diturunkan ke sayur. Begitu juga ikan yang sudah dihaluskan dan dibuang tulangnya, diturunkan dan dicampur aduk.

Terakhir dihidangkan bersama sambal ulek mentah yang memakai terasi dan jeruk limau. Kapurung ini bisa dijumpai di banyak tempat di Kota Makassar. Antara lain di sekitar Jl Pettarani, kawasan Pa’nakkukang.

SIKAPORO

Bahan-bahan tepung dari Huang Kweh warna yang hijau ukuran panjang, pakai santan kelapa, gula merah, telur ayam, durian.

Cara membuatnya, tepung diberi air santan dan diaduk di atas panci dengan api sedang. Setelah padat dituang ke Pirex, dan didinginkan.

Selanjutnya gula merah, kocokan telur, santan dimasak dengan api kecil.

Kue Sikaporo khas Makassar (foto Nur Terbit)

Kue Sikaporo khas Makassar (foto Nur Terbit)

BASSANG

Setiap pagi dari pukul 06.00 hingga 10.00 Wita, dia sudah melintas di depan rumah kami. Mengayuh pedal sepeda butut kebanggaannya, tanpa kenal lelah, meski sudah bermandikan keringat yang membasahi tubuhnya berbalut kaos hitam. Dari balik topi yang juga tak kalah bututnya itu, menetes peluh bagai anak sungai.

Itulah rutinitas Daeng Usman yang sudah dijalani lebih dari 20 tahun sebagai penjual Bassang. Bunyi suara “treet…..treeet…teet” dari bel sepedanya, mengingatkan saya dengan suara penjual roti keliling di Jakarta. Itu pula menjadi ciri khas Daeng Usman sebagai penjual bubur jagung keliling.

Menyelusuri pemukiman dan komplek perumahan, mengitari pinggir pagar tembok dan kawat berduri Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

Siapa ero ki balli, Puang? Ruang rupa anne kubalukang, Bassang siagang Buburu…..Berapa yang mau kta beli, Puang? Ada dua macam yang saya jual, Bassang dan Bubur,” kata Daeng Usman, penjual Bassang, bubur jagung a la Makassar, langganan keluarga kami, pagi tadi.

Daeng Usman, adalah warga RW 13 Kampung Cedde, Laikang, Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, kota Makassar.

Saking lamanya setia dengan profesi sebagai penjual Bassang — usaha sandaran hidup keluarga satu-satunya — hampir seluruh warga sudah mengenalinya dengan baik. Terutama pelanggan setianya, tentu saja.

Selamat “bertugas” Daeng Usman…..(Nur Terbit)

KAPURUNG, kuliner Makassa

KAPURUNG, salah satu kuliner Makassar yang selalu saya buru (foto Nur Terbit)

27 Comments

Tinggalkan Balasan ke nurterbit X