Reportase

MBB, Forum Anak Muda Berani & Bebas Berekspresi

Written by nurterbit

Menerima undangan dari sebuah forum komunitas anak muda, awalnya sempat juga saya bingung, bimbang dan ragu. Ini forum apa lagi ya?

Saya bukan budayawan atau penulis tentang budaya. Tapi ketika ditantang oleh panitia yang mengundang, “apakah bisa menulis budaya?”.

Ya, sebagai blogger dengan latarbelakang jurnalis, saya lalu jawab tantangan tersebut dengan hadir di acara mereka. Siapa takut? Tapi apakah tulisan yang Anda baca ini termasuk tulisan yang sudah beraroma budaya? Ah, abaikan sajalah, ini cuma reportase biasa tentang diskusi tapi tetap berbudaya hahaha….

Lalu, saya berusaha membaca ulang tema sentral undangan mereka via email, yang sebelumnya didahului diposting lewat media sosial itu. Ini dia temanya :

“23 LSM dan Forum Pemuda di Indonesia Tandatangani Deklarasi Aliansi Kebhinnekaan — Sebuah janji untuk menjaga kebebasan dan keberagaman di Indonesia”.

Wah topiknya keren kan? 

Lokasi acara, antik (foto Nur Terbit)

Lokasi acara juga antik (foto Nur Terbit)

Tempatnya juga unik: Joglo Beer, kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Saya kebetulan sudah pernah ke sini sebagai jurnalis, pada acara “100 Tahun Pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla di Mata Media”.

Adapun tuan rumahnya ada tiga: 1. Forum Muda Berbuat Bertanggung Jawab (MBB), 2. Liberty Studies dan 3. Freedom Society.

Disamping ada dua kelompok band anak muda sebagai pendukung: yakni Band Navicula dan Band Marjinal.

Lokasi acara masih sepi dari para undangan ketika saya tiba sore itu, pukul 15.00 Wib, Sabtu kedua medio Agustus 2016 silam. Rupanya baru dimulai pukul 18.00 Wib. Kedatangan saya terlalu cepat 3 jam hehe…

Saya meraih kursi dan menikmati kesibukan persiapan panitia menyambut para tamunya. Termasuk, sebuah grup band “Navicula” sedang “pemanasan” di atas panggung. Saya sangat menikmatinya…

Bebas Berekspresi

Rocky Gerung, dosen filsafat FIB-UI tampil berpidato budaya (foto Nur Terbit)

Rocky Gerung, dosen filsafat FIB-UI sedang pidato budaya (foto Nur Terbit)

Lalu apa sebenarnya inti dari acara deklarasi — yang juga diisi dengan pidato budaya Rocky Gerung — dosen filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIBUI) ini?

“Kita ingin memberikan ruang kemerdekaan berekspresi kepada anak muda. Bahwa kita ini hidup di Indonesia, dan jangan sampai lupa kalau Indonesia ini awalnya terbentuk dari ke bhinekaan,” kata Robi Navicula.

Banyak hal yang seharusnya dipikirkan pemerintah: krisis air, pendidikan, transportasi, kesehatan dan lain-lain. Bukan hak sipil diurusin.

Siapa Robi Navicula? Dia adalah vocalis Navicula, band yang berdiri di Bali sejak 1996, salah satu kelompok musik yang berkiprah di dunia aktivisme sosial dan lingkungan. Robi juga aktivis. Rupanya, dialah yang menyanyi saat saya meraih kursi menunggu acara dimulai.

“Keberagaman itu indah seperti indahnya warna pelangi. Pelangi itu indah karena adanya puspa warna. Nah, begitulah seharusnya kita warga negara Indonesia, terutama anak mudanya,” kata Robi, usai turun panggung bersimbol “Gema Bhineka Merdeka” ini.

Menurut Robi, melalui acara deklarasi ininpihaknya juga ingin mengingatkan kembali bahwa negara ini dibentuk karena kekayaan akan keberagaman. Jadi wadah ini anak muda buanget.

Yang dulu oposisi, sekarang mainstream. Anak muda jadi bingung dan bertanya ini kayak apa sih negara ini, jadi sekaligus membuka diskusi.

Rudolf Dethu, pendiri forum Muda Berbuat Bertanggung Jawab (MBB) yang mendampingi Robi Navicula, juga menambahkan bahwa forum yang dibentuknya baru eksis setahun terakhir ini.

“Saya pribadi selama ini sudah konsen soal kebhinekaan. Diawali dengan turun ke jalan melawan UU Pornografi tapi kalah. Lalu bergabung di Freedom Society, belajar berorganisasi, lalu saya pikir ini yang lebih baik,” kata Rudolf.

Kemudian timbullah hasrat membuat gerakan melalui forum MBB untuk melanjutkan tentang misi kebhinekaan tadi.

“Saya orang Bali dan tinggal di Bali. Soal kebhinekaan itu penting sekali. Kalau kita tidak menjaga soal kebhinekaan ini, maka Bali adalah korban yang pertama, gitu loh”.

Simbol dari gerakan di acara deklarasi ini (foto Nur Terbit)

Simbol dari gerakan di acara deklarasi ini (foto Nur Terbit)

Forum Pemuda & LSM

Ada 23 LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) bergabung di forum MBB ini. Di sela-sela menunggu acara dimulai, kami berbincang di pojok kantin Joglo Beer dengan Robi Navicula dan Rudolf Dethu.

Bagaimana awalnya forum ini bisa mengajak 23 LSM tersebut bergabung dalam satu wadah, visi dan misi? Menurut Robi dan Rudolf, sebelumnya mereka sudah tour ke sejumlah perguruan tinggi di Jakarta. Mereka atau perguruan tinggi yang didatangi, bahkan ada yang beragama dan progresif. Bekerja sama dengan teman mahasiswa. Jadi tidak sulit untuk bersama-sama bergerak melakukan misi.

“Misi kami menjaga dan mempererat tali kebhinekaan ini,” kata Rudolf.

Menurutnya, kita tahu betapa banyak peristiwa in-toleransi yang terjadi di negeri ini. Misalnya, ada tempat ibadah dibakar. Kalau kita tidak mengkonsolidasikan diri, lama-lama kaum minoritas yang agresif ini yang bakal menang. Nah, anak muda akan bingung.

Jadi dari kami harus mulai mengkonsolidasi diri. Jangan mereka yang kecil lebih vocal dan lebih agresif. Lama-lama anak muda berpikir, merekalah yang benar karena mereka yang selalu tampil di media.
Banyak hal yang kalau kita tidak antisipasi dari awal, akan berbahaya.

Kedepan, semoga bisa makin berkembang tidak hanya 23 LSM. Diharapkan nantinya orang akan terbiasa vocal, berani bersuara, berani berekspresi.

Forum ini juga mengagendakan akan audensi ke DPR. Mereka akan membawa sejumlah PR, antara lain tentang situasi dan problema sosial yang ada di masyarakat.

“Harapan kita ini akan menjadi tradisi masyarakat untuk datang ke wakilnya di gedung Senayan membawa aspirasi. Jadi melalui suara rakyat, atau tepatnya suara anak muda ini,” sambung Robi.

Artinya ada banyak hal yang seharusnya dipikirkan pemerintah karena menyangkut kepentingan yang mendasar.

Seperti krisis air, krisis pendidikan, masalah transportasi, kesehatan dan lain-lain.

Atau masyarakat “dipaksa” bayar pajak, lalu apakah sudah sesuai dengan pelayanan publik. Apakah sudah semakin baik dengan meningkatnya kesadaran membayar pajak?

Sejumlah pertanyaan kritis ini, hanya bisa disuarakan melalui mulut anak muda yang berani. Ya, melalui wadah kumpulan para anak muda di MBB ini. Tempatnya mereka yang bebas dan berani berekpresi. Salam.

Nur Terbit
Jakarta, 22 Agustus 2016

Ketemu "sahabat lama" Mas Ulil yang juga hadir dan duduk di belakang saya (foto Nur Terbit)

Ketemu “sahabat lama” Mas Ulil yang juga hadir dan duduk di belakang saya (foto Nur Terbit)

3 Comments

Tinggalkan Balasan ke nurterbit X