Umroh Ziarah

Cerita Unta Nabi dan Anak Yatim Sahal-Suhail

Berpose berdua istri di pelataran Masjid Nabawi, Madinah saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)
Berpose berdua istri di pelataran Masjid Nabawi, Madinah saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)
Written by nurterbit

Pada tulisan sebelumnya, saya ceritakan mengenai pengalaman perjalanan darat menggunakan bus dari Bandara King Abdulazis Jeddah menuju Kota Madinah.  Sebelumnya selama 13 jam berada di udara dalam penerbangan dari Makassar – Medan – Jeddah. Baca kisahnya DI SINI.

Adapun aktivitas keluarga kami yang berjumlah 24 orang itu (dari 85 orang  rombongan travel biro Alhamdi Makassar) di hari pertama di Madinah — lebih tepat adalah malam pertama karena kami tiba malam hari, Kamis 24 Desember 2015 — adalah sholat Isya berjamaah di Masjid Nabawi.

Masjid ini merupakan tempat ibadah terbesar di Madinah. Selain itu, mempunyai keistimewaan karena di dalamnya juga terdapat makam Rasulullah dan dua orang sahabatnya yaitu Abu Bakar dan Umar.

Usai sholat Isya, rombongan kami dari Makassar berusaha mendekati pintu menuju makam Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Di sini sudah ramai oleh kepadatan jamaah yang berdesak-desakan.

Maklum, selain bertepatan dengan liburan panjang akhir tahun (Natal dan Tahun Baru 2016), juga peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di mana warga Arab merayakannya di Madinah dan Mekah. Khusus untuk Muslim Indonesia, umrah adalah solusi dari sulitnya mendapatkan quota haji.

Itulah salah satu faktor yang diduga berjibunnya jamaah umrah akhir tahun ini. Ini sangat berbeda saat saya berangkat umrah tahun 1996 silam yang cenderung tidak seramai tahun 2015-2016 ini. Sementara daftar tunggu naik haji juga tetap terjadi. Daftar haji dari sekarang, 10 tahun ke depan baru mendapat kesempatan berangkat.

Hari pertama di kota Madinah, saya gagal berziarah ke makam rasul, juga tidak bisa menerobos arus jamaah untuk bisa sholat sunnah di depan Raodah. Nanti hari berikutnya — dengan pertolongan Allah —  saya berhasil masuk bahkan sempat sholat sunnah di depan mimbar Nabi Muhammad. Mimbar ini berdiri saat pertama kali Masjid Nabawi ini dibangun oleh Rasulullah.

Berkenalan dengan pengusaha muda dari Uni Emirat Arab di pelataran Masjid Nabawi, Madinah usai sholat Subuu saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)

Berkenalan dengan pengusaha muda dari Uni Emirat Arab di pelataran Masjid Nabawi, Madinah usai sholat Subuu saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)

CERITA UNTA NABI

Masjid Nabawi sendiri, dibangun saat Nabi Muhammad SAW keluar dari Quba menuju Madinah. Ketika itu beliau memerintahkan kepada para sahabat untuk membiarkan untanya sambil berkata, “biarkan sajalah karena ada yang mengendalikannya”.

Para sahabat pun berjalan mengikuti unta Nabi Muhammad SAW sampai unta itu berhenti di suatu lapangan tempat penjemuran korma. Lapangan ini milik dua orang yatim yang berada di bawah perwalian sahabat Assad bin Zaharah (dalam riwayat lain dikatakan di bawah perwalian Abu Ayub Al Anshari). Nama kedua anak yatim tersebut adalah Sahal dan Suhail. Keduanya adalah anak Amru.

Ketika unta itu berhenti di tempat tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “Insya Allah inilah tempatnya”. Kemudian beliau memanggil kedua anak yatim tadi (Sahal dan Suhail), menanyakan harga tanah tempat penjemuran kurma untuk dibangun di atasnya sebuah masjid.

“Maaf ya Rasulullah, kami tidak jual lapangan ini. Tapi kami justeru akan menghibahkannya kepadamu ya Rasulullah”.

Akan tetapi Rasulullah SAW enggan menerima hibah tersebut dari anak yatim. Lalu dibelinya lapangan tersebut dengan harga 10 Dinar uang emas, yang dibayar oleh Abu Bakar RA dari harta pribadi.

Berpose berdua istri di pelataran Masjid Nabawi, Madinah saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)

Baca Alqur’an dan memperbanyak ibadah, sholat sunnah di adalah pemandangan setiap saat di dalam Masjid Nabawi, Madinah saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa, satu kali kita sholat di Masjid Nabawi Madinah, pahalanya berlipat ganda ratusan kali dibanding sholat di mesjid lain di tanah air. Demikian pula jika satu kali sholat di Masjidil Haram, Mekah, pahalanya lebih gede lagi dapatnya. Jadi, rugilah jika kita umrah dan haji, tapi tidak memperbanyak ibadah di kedua masjid ini.

Itu sebabnya, seorang sahabat saya yang sudah berkali-kali naik haji maupun umrah, suatu kali berkelakar saat saya menegurnya. “Kenapa belum juga sholat wajib, padahal waktu sholat sudah masuk?”.

“Nanti sholatnya di rumah saja”.

“Kenapa tidak sekalian sholat bareng saya saja di masjid?”

“Biar di rumah saja”.

Tahu gak alasan kenapa ogah-ogahan sholat di masjid?

“Saya kan sudah berkali-kali sholat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Jadi kalaupun sekali saja tidak sholat di mesjid yang ada di tanah air, berarti masih sisa banyak pahala saya, hahahaha…….”

Nah, konyol kan? Jadi, jangan ditiru kelakuan sahabat saya itu. Itu cuma kelakar dan tidak berdasar dan tidak berdalil. Untuk amannya, kita ikuti saja sunnah Nabi, Al Qur’an dan Al Hadits….Iya gak?

Suasana jamaah menunggu waktu sholat di Masjid Nabawi, Madinah saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)

Suasana jamaah menunggu waktu sholat di Masjid Nabawi, Madinah saat umrah akhir tahun 2015-2016 bersama keluarga besar (foto dok pribadi Nur Terbit)

(Ikuti terus pengalaman saya beribadah umrah pada tulisan berikutnya….)

 

 

10 Comments

Tinggalkan Balasan ke nurterbit X